Minggu, 16 Februari 2014

Radioterapi

Pengertian Radioterapi
Radioterapi secara harfiah adalah melakukan sebuah terapi kanker atau tumor dengan sebuah radiasi. Radiasi yang dimanfaatkan pada terapi ini adalah radiasi pengion, yang mempunyai sifat daya rusak terhadap sel makhluk hidup. Dengan daya rusak sel inilah, radiasi pengion dimanfaatkan untuk membunuh sel kanker.Pengobatan penyakit keganasan ( Kanker ) dengan menggunakan energi pengion maupun non pengion. Energi pengion yaitu sinar x ( rontgen ) sinar γ (Co60,  Irridium192 ), sinar β ( electron ). Sementara non Pengion adalah dengan menggunakan panas   ( Hyperthermi.).

Sejarah Perkembangan Radioterapi
 Sejarah radioterapi bermula pada tahun 1910 dengan semua penyakit telah dicoba diobati dengan sinar x di perancis. Regaud, lagassagne dan caurtard meletakan dasar radioterapi modern dengan memeberikan dosis secara fraksional dan menekankan pemtingnya observasi klinik dalam radioterapi. Penggunaan bahan Radium yang ditemukan oleh Marie Curie pada tahun 1898 menjelaskan bahwa radium memancarkan radiasi sinar aplha, betha dan gamma sertaq mempunyai sifat yang serupa dengan sinar-x. Banyak para ahli yang telah menggunakan radium seperti Danlos st.Louis di Paris yang menggunakan radium untuk mengobati penyakit kulit dengan hasil yang memuaskan, serta Herman yang menyempurnakan aplikasi radium dan dikenal dengan teknik stokholm. Teknik penggunaan radium kini ditinggalkan karena intensitas radiasi yang dipancarkan sangat kecil dan pasien merasa kurang nyaman serta karena harus ditanam radium dalam beberapa hari untuk mendapatkan sejumlah dosis tertentu. Kini dipakai teknik penanaman sumber radiasi dengan jenis high dose rate dan teknik after loading.
Radioterapi telah mengalami teknik radiasi yang berkembang dari sejak pertama kali diperkenalkan sampai saat ini. Pertanyaannya, bagaimana dengan sel jaringan normal ? Ya tentu saja sel di jaringan normal mati juga, namun dari sebuah konsep radiobiologi, respon sel kanker dan normal mempunyai respon yang berbeda terhadap radiasi pengion ini yang dikenal dengan therapeutic ratio. Dengan hasil penelitian inilah, logika pemanfaatan radioterapi menjadi berkembang menjadi teknologi canggih dengan aksesoris yang rumit.
Apa sebenarnya yang dibisa dilihat dari perkembangan teknik radioterapi ini? Teknik konvensional ke 3D CRT adalah mengubah pandangan dari teknik radiasi konvensional anterior posterior atau box system yang setidaknya perhitunganya dapat dihitung dengan tangan mejadi keharusan menggunakan fasilitas komputer untuk menghitung dosis radiasi sebelum dilakukan penyinaran pasien. Teknik 3D CRT memdesain sedemikian hingga dosis membentuk distrubusi dosis mengikuti kontur tumor target. Tentu saja perhitungan manual sangat sulit memprediksi ini.
Sekarang sudah menjadi program IAEA yaitu transisi 3D CRT ke Intensity Modulation Radiation Therapy (IMRT), walaupun teknik IMRT sudah diperkenalkan penggunaanya pada tahun 90-an. Apa yang dikembangkan dari teknik ini? IMRT adalah membuat sebuah konsep yang tadinya kita membuat perencanaan berkas radiasi dari beberapa lapangan dan dapat dihitung distribusi dosisnya dibalik menjadi kita menentukan telebih dahulu dosis target dan organ at risk (OAR)-nya kemudian dihitung balik berapakah intensitas radiasi yang harus diberikan pada masing-masing segmen target radiasi yang dikenal dengan invers planning.
Akuratkah perhitungan yang dilakukan dengan komputer? Kita mempercayai bahwa komputer dengan algoritmanya mengeksekusi perintah yang diberikan adalah benar. Namun seperti halnya dalam sebuah pengadilan, vonis benar atau salah haruslah adalah sebuah saksi atau bukti. Oleh karena itu, bergunalah para fisikawan dan ilmuwan mendesain ionization chamber yang dapat menunjukkan berapakah dosis radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Hasil pengukuran dengan instrumen IC dan alat pencacahnya menjadi sebuah saksi dan bukti kebenaran sebuah ekseskusi program komputer.

Prinsip Radioterapi
         Memberikan dosis radiasi yang tepat dan terukur pada volume tumor yang ditentukan
         Menghindari atau mengurangi kerusakan jaringan sehat disekitarnya seminimal mungkin.

Perlengkapan Peralatan  Radioterapi
a.       Perlengkapan untuk Radioterapi Berkas Eksternal
Kebutuhan perlengkapan terapi radiasi berkas eksternal dibagi menjadi lima kategori, yaitu: simulasi, perencanaan pengobatan, pengobatan, jaminan kualitas, dan keselamatan radiasi.

b.       Simulator
Simulator harus memenuhi persyaratan spesifikasi yang dijelaskan pada Tabel 2, Spesifikasi untuk Simulator Pengobatan. Informasi tambahan dapat dilihat pada laporan yang dipublikasikan oleh British Institute of Radiology.
c.       Perlengkapan perencanaan pengobatan
Perlengkapan perencanaan pengobatan harus memenuhi persyaratan, dan harus memenuhi persyaratan pengobatan radioterapi berkas eksternal yang telah ditentukan oleh tujuan klinis dari instansi yang bersangkutan.
Kalkulator yang telah diprogram atau komputer personal (PC) dapat digunakan untuk menghitung waktu pengobatan berdasarkan rencana pengobatan, dan kedalaman sumbu utama. Apabila PC tersedia, maka di dalamnya harus ada program aplikasi spreadsheet dan pengolah kata. Program spreadsheet dapat digunakan untuk mengembangkan program guna menghitung waktu pengobatan, menganalisis data mesin, dan meverifikasi kalkulasi komputer perencana pengobatan. Pengolah kata dapat digunakanuntuk menulis laporan, termasuk hasil uji penerimaan, pengukuran komisioning, kalibrasi, dan uji jaminan kualitas, serta pengukuran pasien secara in-vivo. Pengolah kata juga berguna untuk menulis catatan dosis dan kebijakan pengobatan dan prosedur yang diperlukan dalam program jaminan kualitas.
Perlengkapan pembuat kontur harus tersedia untuk membuat kontur pasien sebagai masukan untuk komputer perencana pengobatan.

Perlengkapan untuk Brakiterapi
a.        Peralatan Pencitraan
Metode yang banyak digunakan adalah konstruksi ulang dengan cara sepasang radiograf ortogonal. Unit pesawat sinar-X yang dilengkapi dengan sistem fluoroskopi diperlukan dalam kamar operasi untuk memeriksa dan mengetahui posisi aplikator, kateter, dan apabila perlu, memposisikan ulang, sebelum pasien meninggalkan ruangan. Sebagai tambahan, lokalisasi sinar-X (sinar-X ortogonal atau stereo shift) yang diperlukan untuk tujuan kalkulasi dosis dapat pula menggunakan unit ini. Apabila kamar ini tidak memiliki sistem perlengkapan sinar-X, maka penggunaan simulator isocentric lebih disukai. Jika simulator tidak tersedia, pesawat sinar-X non-isocentric (diagnostik) dapat digunakan, tetapi struktur geometrik yang memuat fiducial markers (kadang-kadang disebut sebagai “kotak lokalisasi”) sering diperlukan untuk memperoleh atau meverifikasi parameter yang diperlukan untuk konstruksi ulang (faktor pembesaran dan sudut radiografi).
Untuk menggambarkan posisi sumber selama pengobatan, sumber dummy radio-opaque harus dimasukkan dalam aplikator atau dalam kateter ketika mengambil sinar-X lokalisasi.
b.       Peralatan Perencanaan Pengobatan
Dalam pemilihan sistem perencanaan pengobatan adalah penting untuk meverifikasi bahwa sistem dapat memenuhi kebutuhan pengobatan brakiterapi yang ditentukan oleh tujuan klinis. Sistem perencanaan pengobatan harus memenuhi rekomendasi Tabel 3 dan harus memenuhi kebutuhan pengobatan brakiterapi seperti yang ditentukan oleh tujuan klinis instansi.
Sebuah kalkulator yang dapat diprogram atau komputer pribadi (PC) dapat digunakan untuk menghitung waktu pengobatan dari resep pengobatan (prescription) berdasarkan pada rencana pengobatan. Jika PC tersedia, maka harus memuat program aplikasi spreadsheet dan pengolah kata. Spreadsheet dapat digunakan untuk mengembangkan program pemeliharaan suatu basis data persediaan sumber, peluruhan aktivitas sumber secara otomatis, untuk menghitung waktu pengobatan, dan untuk meverifikasi perhitungan komputer perencana pengobatan. Pengolah kata dapat digunakan untuk menulis laporan termasuk hasil uji penerimaan, pengukuran komisioning, kalibrasi dan uji jaminan kualitas, dan pengukuran in-vivo pasien. Pengolah kata juga berguna untuk menulis kebijakan dosimetri dan pengobatan, serta prosedur yang disyaratkan oleh PJK.
Peralatan Untuk Penanganan Sumber dan Keselamatan Radiasi
Pertimbangan khusus dalam penanganan sumber LDR(Laju Dosis Rend) meliputi:
a.       kursi kerja dalam kamar persiapan sumber dilengkapi dengan blok-L (perisai kursi kerja) yang mempunyai kaca intip timbal.
b.      kaca pembesar dan penerangan untuk inspeksi visual sumber.
c.       manipulator sumber, seperti tang penjepit
d.      jika kabel iridium digunakan, tempat persiapan sumber diperlukan untuk memotong kabel sesuai dengan panjang yang disyaratkan dan menutupnya dalam plastik kateter.
e.       jika kabel/biji iridium digunakan dengan panjang yang bervariasi, beberapa kontener penyimpan dibutuhkan untuk memungkinkan pengambilan sumber garis yang berbeda dengan mudah dan handal.
f.       untuk melindungi personil selama sumber masuk dan keluar pada pasien dan selama perawatan pasien, disyaratkan perisai timbal yang dapat dipindahkan.
g.      dosimeter jari.
Pertimbangan khusus untuk penanganan sumber HDR dalam kasus kegagalan unit afterloading meliputi:
a.       kontener penyimpanan disediakan di kamar pengobatan sebagai kontener sumber darurat jika  gagal menarik kembali sumber.
b.      suatu manipulator remote.
suatu detektor GM yang terpasang pada tongkat untuk lokalisasi sumber

Thermo Luminescene Dosemeter (TLD)

Thermo luminescence dosemeter atau lebih sering dikenal dengan singkatan  TLD merupakan alat pemantauan dosis perorangan yang saat ini digunakan secara luas. Bahan TLD adalah lithium flourida (LiF) dengan nomor atom efektifnya adalah 8.1 cukup ekuivalen dengan nomor efektif jaringan tubuh manusia yang nilainya 7.4 (Akhadi, 2000).
Keuntungan dalam penggunaan TLD adalah mudah dalam pengoperasian. Evaluasi dosis dapat dilakuan lebih cepat dari dosimeter laiannya, maupun memantau radiasi dengan rentang dosis dari rendah hingga tinggi, dapat dipakai ulang dan tidak peka terhadap factor-faktor lingkungan. Namun demikian, TLD juga mempunyai kelemahan karena data dosis langsung hilang setelah pembacaan, sehingga tidak bias dilakukan pembacaan ulang apabila ditemukan hal-hal yang merugikan.

a.      Proses Terjadinya Peristiwa Thermoluminesence pada Fosfor
Peristiwa penyerapan energi yang diikuti dengan pancaran cahaya disebut luminesensi. Ada dua peristiwa luminesensi, yaitu fluorisensi dan fosforisensi. Fluorisensi adalah pancaran cahaya spontan, dimana pancaran ini akan berakhir. Adakalanya proses fosforisensi ini baru terjadi jika suatu bahan mendapatkan energi panas dari luar. Peristiwa luminesensi dengan bantuan energi panas dari luar ini disebut thermo luminescence. Proses thermo luminescence didefinisikan sebagai pancaran cahaya dari suatu benda padat sebagai akibat proses eksitasi yag disebabkan oleh radiasi pengion. (Akhadi, 2000)
Konsep dasar untuk menjelaskan fenomena thermoluminesensi adalah konsep pita energi elektron (model pita). Dalam model ini digambarkan bahwa pada kristal terdapat tingkatan-tingkatan energi tertentu yang dipisahkan oleh suatu pita larangan. Bahan thermoluminesensi termasuk bahan isolator yang mempunyai model daerah energi terdiri atas daerah valensi, daerah perangkap dan daerah konduksi.
Fosfor akan menyerap energi radiasi pengion yang datang sehingga terbentuk elektron-elektron bebas melalui proses efek fotolistrik, efek Compton, produksi pasangan maupun ionisasi langsung. Elektron bebas tersebut dapat meloncat dari pita valensi ke pita konduksi. Dalam pita konduksi ini elektron-elektron bergerak bebas. Selanjutnya elektron-elektron tersebut terperangkap ke dalam perangkap elektron. Loncatan elektron ke pita konduksi akan meninggalkan lubang yang dapat bergerak bebas dalam pita valensi. Lubang-lubang bebas ini selanjutnya juga akan terperangkap dalam perangkap lubang. Jika energi panas diberikan kepada fosfor maka elektron-elektron dan lubang-lubang akan melepaska diri dari perangkap masing-masing. Elektron dan lubang yang terlepas dari perangkap ini selanjutnya akan berkombinasi di pusat luminesensi disertai dengan pancaran cahaya tambak yang disebut cahaya luminesensi.
b.      Proses Pembacaan Dosis Radiasi pada Thermo Luminesence Dosemeter
Pemantauan dosis perorangan dengan thermoluminescene dosemeter dilakukan dengan cara membaca jumlah energi radiasi yang tersimpan di dalam dosimeter tersebut. Energy radiasi yang diserap fosfor dikeluarkan dalam bentuk cahaya tampak dengan intensitas sebanding dengan jumlah energi radiasi yang diterima fosfor sebelumnya. Keluarnya cahaya tampak tersebut sebagai akibat pemanasan fosfor dari luar, sehingga instrument pembaca thermoluminescene dosemeter dirancang agar mampu memberikan pemanasan pada fosfor dan mendeteksi cahaya tampak yang dipancarkannya.

Proses pemanasan thermoluminescene dosemeter menyebabkan thermoluminescene dosemeter itu memancarkan cahay tampak yang ditangkap oleh foto katoda sehingga terjadi pelepasan elektron dari permukaan foto katoda itu. Elektron-elektron yang dilepaskan ini selanjutnya diarahkan ke tabung pengganda elektron yang didalamnya terdapat dianoda-dianoda. Setiap kali elektron menumbuk dianoda akan menyebabkan terlepasnya elektron-elektron lain dari dianoda tersebut. Dengan demikian, terjadi pelipatgandaan jumlah elektron di dalam tabung pengganda elektron. Elektron-elektron itu dapat menghasilkan pulsa listrik yang akan diproses lebih lanjut oleh sistem rangkaian alat pencacah sehingga diperoleh data dari hasil cacahan radiasi dari thermoluminescene dosemeter dalam bentuk intensitas thermoluminesensi, biasanya hasil cacahan radiasi ini dinyatakan dalam satuan arus listrik nano Coloumb (nC). (Akhadi, 2000)

Besaran dan Satuan Dosimetri

Dosimetri merupakan kegiatan pengukuran dosis radiasi dengan teknik pengukurannya didasarkan pada pengukuran ionisasi yang disebabkan oleh radiasi dalam gas, terutama udara. Dalam proteksi radiasi, metode pengukuran dosis radiasi ini dikenal dengan sebutan dosimetri radiasi.
Radiasi mempunyai satuan karena radiasi membawa atau mentransfer energi dari sumber radiasi yang diteruskan kepada medium yang menerima radiasi. Ada beberapa basaran dan satuan dasar yang berhubungan dengan radiasi pengion yang dikelompokkan oleh ICRU (International Commission on Radiation Units and Measurements/Komisi Internasional untuk Satuan dan Pengukuran Radiasi) disesuaikan dengan kriteria penggunaannya. Berikut ini akan dibahas besaran dan satuan dasar dalam dosimetri.
a.      Dosis Serap
Radiasi dapat mengakibatkan ionisasi pada jaringan atau medium yang dilaluinya. Untuk mengetahui jumlah energi yang diserap oleh medium ini digunaka basaran dosis serap. Dosis serap didefinisikan sebagai jumlah energi yang diserahka oleh radiasi atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan persatuan massa bahan itu. Meskipun dosis serap semula didefinisikan untuk penggunaan pada suatu titik tertentu, namun untuk tujuan proteksi radiasi digunakan pula untuk menyatakan dosis rata-rata pada suatu jaringan. Decara sistematis, dosis serap (D) dirumuskan dengan :
D = dE/dm
dengan dE adalah energy yang diserap oleh medium bermassa dm.
Jika dE dalam Joule (J) dan dm dalam kilogram (Kg), maka satuan dari D adalah J.Kg-1. Dalam system SI besaran dosis serap diberi satuan khusus, yaitu Gray dan disingkat Gy, dimana :
 1 Gy = 1 J.Kg-1
Sebelum satuan SI digunakan, dosis serap diberi satuan erg/gr, dan diberi nama satuan khusus rad (radiation absorbed dose), dimana 1 rad setara dengan 100 erg/gr. Dari kedua satuan dosis serap tersebut diperoleh hubungan sebagai berikut :
1 rad = 100 erg/gr
1 rad = 10-2 J.Kg-1
1 rad = 10-2 Gy atau 1 Gy = 100 rad
Dalam proteksi radiasi, dosis serap merupakan besaran dasar. Turunan dosis serap terhadap waktu disebut laju dosis serap dan dirumuskan denga persamaan:
D = dD/dt
Laju dosis serap mempunyai satua dosis serap persatuan waktu. Dalam system SI, laju dosis serap dinyatakan dalam Gy.s-1. (Akhadi, 2000)

b.      Dosis Ekuivalen
Sebelumnya orang menduga bahwa radiasi dapat menyebabkan perubahan dalam suatu sistem hanya berdasarkan pada besar energi radiasi yang terserap oleh jaringan. Pada kenyataannya tidak demikian, ditinjau dari sudut efek biologi yang ditimbulkan, ternyata efek yang timbul pada suatu jaringan akibat penyinaran oleh bermacam-macam radiasi pengion tidak sama, meskipun dosis serap dari beberapa jenis radiasi yang diterima oleh jaringan itu sama besar. Efek biologi yang timbul ternyata juga bergantung pada jenis dan kualitas radiasi.
Dalam proteksi radiasi, besaran dosimetri yang lebih berguna karena berhubungan langsung dengan efek biologi adalah dosis ekuivalen. Dalam konsep dosis ekuivalen ini, radiasi apa pun jenisnya asal nilai dosis ekuivalennya sama akan menimbulkan efek biologi yang sama pula terhadap jaringan tertentu.
Dosis ekuivalen pada prinsipnya adalah dosis serap yang telah diterima dikalikan dengan faktor bobotnya. Faktor bobot radiasi ini dikaitkan dengan kemampuan radiasi dalam membentuk pasangan ion persatuan panjang lintasan. Semakin banyak pasangan ion yang dapat dibentuk persatuan panjang lintasan, semakin besar pula nilai bobot radiasi itu. Dosis ekuivalen dalam organ T yang menerima penyinaran radiasi R (HT.R) ditentukan melalui persamaan:
HT.R = wR . DT.R
Dengan :
HT.R  =   dosis ekuivalen (Sv)
DT.R = dosis serap yang dirata-rata untuk daerah organ atau jaringan T yang           menerima radiasi R (Gy)
wR  =    faktor bobot dari radiasi R
ICRP melalui Publikasi ICRP Nomor 60 Tahun 1990 menerapkan nilai wR berdasarkan pada jenis dan energy radiasi seperti disajikan pada Tabel 2.1
Jenis dan Rentang Energi Radiasi
wR
-          Foton semua energi
-          Elektron dan Muon, semua energi
-          Neutron dengan energy (En) :
                   En ≤ 10 keV
10    keV < En ≤ 100 keV
100  keV < En ≤ 2 MeV
2     MeV < En ≤ 20 MeV
                    En > 20 MeV
-          Proton selain proton terpental (recoil), energy > 2 MeV
-          Partikel α hasil belah, inti berat
1
2

5
10
20
10
5
5
20
Tabel 2.1 Faktor Bobot Radiasi untuk Beberapa Jenis dan Energi Radiasi
Mengingat faktor bobot tidak berdimensi, maka satuan dari dosis ekuivalen dalam SI sama dengan satuan untuk dosis serap, yaitu dalam J.Kg-1. Namun untuk membedakan antara kedua besaran tersebut, dosis ekuivalen diberi satuan khusus, yaitu Sievert dan disingkat dengan Sv. Sebelum digunaka satuan SI, dosis ekuivalen diberi satuan Rem (Roentgen equivalent man) yang besarnya :
1 Sv = 100 Rem

c.       Dosis Efektif
Untuk menunjukkan keefektifkan radiasi dalam menimbulkan efek tertentu   pada suatu organ diperlukan besaran baru yang disebut besaran dosis efektif. Besaran ini merupakan penurunan dari besaran dosis ekuivalen yang dibobot.  
Dosis efektif dalam organ T, HE yang menerima penyinaran radiasi lengan dosis ekuivalen HT ditentukan melalui persamaan :
HE = wT . HT.R
Dengan :
HE        = dosis efektif (Sv)
wT       = factor bobot jaringa tubuh
HT.R     = dosis ekuivalen organ yang menerima penyinaran (Sv)
ICRP (International Commission on Radiological Protection) melalui Publikasi ICRP Nomor 60 Tahun 1990 menetapkan nilai wT yang dikembangkan dengan menggunakan ‘manusia acuan’. Nilai wT untuk berbagai jenis jaringan disajikan pada Tabel 2.2.

Jenis Jaringan / Organ
wT (mSv)
-          Gonad
-          Sumsum Tulang Merah
-          Usus Besar
-          Paru-Paru
-          Lambung
-          Bladder
-          Payudara
-          Hati
-          Oesophagus
-          Thyroid
-          Kulit
-          Permukaan Tulang
-          Organ Sisa
0,20
0,12
0,12
0,12
0,12
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,01
0,01
0,05
Tabel 2.2 Faktor Bobot Jaringan untuk Berbagai Bagian Organ Tubuh (Akhadi, 2000)
Tissue
wT (mSv)
∑ wT
-          Bone-marrow (red), Colon, Lung, Stomach, Breast, Reminder tissue
-          Gonads
-          Bladder, Oesophagus, Liver, Thyroid
-          Bone surface, Brain, Salivary glands, Skin

*Remainder tissues:
Adrenals, Extrathoracic (ET) region, Gall bladder, Heart, Kidneys, Lymphatic nodes, Muscle, Oral mucosa, Pancreas, Prostate (♂), Small intestine, Spleen, Tymus, Uterus/cervic (♀)

0,12

0,08
0,04

0,01

Total
0,72

0,08
0,16

0,04

1,00
Tabel 2.3 Faktor Bobot Jaringan untuk Berbagai Organ Tubuh ICRP Publikasi Nomor 103 Tahun 2007
United National Scientific Committee on the Effects of Ionizing Radiation (UNSCEAR) telah melaporkan hasil survey yang dilakukan dibeberapa negara kecenderungan rata-rata dosis efektif dari pemeriksaan media sinar-X. table ini merupakan data UNSCEAR dari survey terhadap pemakaian radiasi medis.
Jenis Pemeriksaan
Rata-Rata Dosis Efektif pada Pemeriksaan Radiografi (mSv)
Pada Tahun 1980-1990
Pada tahun 1991-1996
Chest Radiography
Limbs and joints
Lumbar spine
Pelvis and hip
Head
Abdomen
Upper GI tract
Lower GI tract
0,04
0,04
2,6
2,0
0,13
0,22
1,6
5,0
0,05
0,04
1,0
0,74
0,04
0,62
6,0
6,0
Tabel 2.4 Rata-rata Dosis Efektif setiap Pemeriksaan Radiografi (UNSCEAR, 2000)

d.      Paparan
Paparan pada mulanya merupakan besaran untuk menyatakan intensitas sinar-X yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu. Bedasarka definisi tersebut, maka paparan (X) dapat dirumuskan dengan :
X = dQ / dm

dengan dQ adalah jumlah muatan electron yang timbul sebagai akibat interaksi antara foton dengan atom-atom udara dalam volume udara bermassa dm. besaran paparan ini mempunyai satuan Coulomb per kilogram-udara (C.Kg-1) dan diberi nama khusus roentgen, disingkat R.

Faktor Eksposi

Emisi foton sinar-X pada tabung sinar-X dikendalikan oleh sejumlah factor. Sinar-X dapat digambarkan dari segi kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sinar-X adalah ukuran dari jumlah foton sinar-X dalam berkas sinar guna, hal ini juga disebut intensitas sinar-X atau eksposur. Satuan perhitungan kuantitas sinar-X adalah roentgen (R). Faktor-faktor yang mempengaruhi sinar-X adalah kilo-voltage (kV), milli Ampere (mA) dan second (s).
1)      Tegangan Tabung (kV)
kV adalah satuan beda potensial yang diberikan diantara katoda dan anoda di dalam tabung sinar-X. Tegangan tabung atau kilo-voltage (kV) menentukan kualitas sinar-X. Peningkatan kilo-voltage pada panel kontrol akan menyebabkan peningkatan kecepatan dan energi dari elektron di tabung sinar-X. Energi sinar-X yang keluar dari tabung mempengaruhi kontras. Semakin tinggi kV, kontras semakin menurun. kV naik kontras semakin tinggi. (Carlton, 1992)
2)      Kuat Arus (mA) dan Second (s)
Satuan dari arus tabung sinar-X adalah milli-ampere (mA). Arus tabung adalah jumlah electron yang melintasi tabung dari katoda ke anoda per-detik. Ampere sama dengan muatan listrik 1 C (Coulomb) yang mengalir melalui sebuah konduktor per-detik.
Milli-Ampere (mA) secara langsung berbanding dengan kuat arus tabung sinar-X, jumlah electron mencapai target juga dikendalikan oleh lamanya waktu tabung. Waktu paparan berbanding lurus dengan jumlah electron yang melintasi tabung sinar-X atau sama dengan jumlah sinar-X. (Carlton, 1992)
Second (s) adalah satuan waktu penyinaran. Milli-Ampere second (mAs) akan mennentukan jumlah kualitas sinar-X yang dihasilkan juga mengatur intensitas radiasi, densitas film dan dosis pasien. Semakin tinggi mAs, semakin tinggi densitas film dan dosis pasien pun semakin tinggi. (Lloyd, 2001)
Besarnya faktor eksposi berbeda-beda untuk setiap pemeriksaan oleh karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain yaitu:
1)      Ketebalan objek, semakin tebal objek yang akan dilakukan pemeriksaan, semakin tinggi faktor eksposi yang dibutuhkan dalam pemotretan tersebut.
2)      Focus Film Distance (FFD), pada penggunaan FFD yang besar membutuhkan faktor eksposi yang besar.
3)      Teknik pemotretan yang dilakukan, misalnya soft tissue technique, High kV technique, membutuhkan faktor eksposi yang berbea dengan teknik-teknik biasa meskipun pada objek yang sama.

4)      Penggunaan peralatan tertentu, penggunaan screen film, non screen film, grid dan lain-lain masing-masing akan membutuhkan faktor eksposi yang berbeda satu sama lain. 

Sabtu, 01 Februari 2014

Filosofi Proteksi Radiasi

Mengingat radiasi dapat membahayakan kesehatan, maka pemakaian radiasi perlu diawasi, baik melalui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif, maupun adanya badan pengawas yang bertanggungjawab agar peraturan-peraturan tersebut diikuti. Di Indonesia, badan pengawas tersebut adalah Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).

Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:
  1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi,
  2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai azas optimasi,
  3. Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi.
Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk radiasi tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan lingkungan. Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan radiasi secara keseluruhan, maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dari sisi kemanusiaan.

Menurut Bapeten, nilai batas dosis dalam satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv (5 rem), sedang untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). Menurut laporan penelitian UNSCEAR, secara rata-rata setiap orang menerima dosis 2,8 mSv (280 mrem) per tahun, berarti seseorang hanya akan menerima sekitar setengah dari nilai batas dosis untuk masyarakat umum.


Ada dua catatan yang berkaitan dengan nilai batas dosis ini. Pertama, adanya anggapan bahwa nilai batas ini menyatakan garis yang tegas antara aman dan tidak aman. Hal ini tidak seluruhnya benar. Nilai batas ini hanya menyatakan batas dosis radiasi yang dapat diterima oleh pekerja atau masyarakat, sejauh pengetahuan yang ada hingga saat ini. Yang lebih penting dari pemakaian nilai batas ini adalah diterapkannya prinsip ALARA pada setiap pemanfaatan radiasi. Kedua, adanya perbedaan nilai batas dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum. Nilai batas ini berbeda karena pekerja radiasi dianggap dapat menerima risiko yang lebih besar (dengan kata lain, menerima keuntungan yang lebih besar) daripada masyarakat umum, antara lain karena pekerja radiasi mendapat pengawasan dosis radiasi dan kesehatan secara berkala.

sumber : http://www.batan.go.id

Efek Radiasi Terhadap Manusia

Efek radiasi terhadap sel tubuh

Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya. Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas) pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan.

Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Sel mempunyai inti sel yang merupakan pusat pengontrol sel. Sel terdiri dari 80% air dan 20% senyawa biologis kompleks. Jika radiasi pengion menembus jaringan, maka dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi dan menghasilkan radikal bebas, misalnya radikal bebas hidroksil (OH), yang terdiri dari atom oksigen dan atom hidrogen. Secara kimia, radikal bebas sangat reaktif dan dapat mengubah molekul-molekul penting dalam sel.

DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah satu molekul yang terdapat di inti sel, berperan untuk mengontrol struktur dan fungsi sel serta menggandakan dirinya sendiri.

Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama, radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan kimiawi pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi secara tidak langsung, yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang merugikan, misalnya timbulnya kanker maupun kelainan genetik.

Pada dosis rendah, misalnya dosis radiasi latar belakang yang kita terima sehari-hari, sel dapat memulihkan dirinya sendiri dengan sangat cepat. Pada dosis lebih tinggi (hingga 1 Sv), ada kemungkinan sel tidak dapat memulihkan dirinya sendiri, sehingga sel akan mengalami kerusakan permanen atau mati. Sel yang mati relatif tidak berbahaya karena akan diganti dengan sel baru. Sel yang mengalami kerusakan permanen dapat menghasilkan sel yang abnormal ketika sel yang rusak tersebut membelah diri. Sel yang abnormal inilah yang akan meningkatkan risiko tejadinya kanker pada manusia akibat radiasi.
Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada seberapa banyak dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan secara akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit).

Sebagai contoh, radiasi gamma dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa persen manusia yang terkena dosis tersebut, dan kemungkinan satu persen akan meninggal dalam waktu satu atau dua bulan kemudian. Untuk dosis yang sama tetapi diberikan dalam rentang waktu satu bulan atau lebih, efek sindroma radiasi akut tersebut tidak terjadi.

Contoh lain, dosis radiasi akut sebesar 3,5 – 4 Sv (350 – 400 rem) yang diberikan seluruh tubuh akan menyebabkan kematian sekitar 50% dari mereka yang mendapat radiasi dalam waktu 30 hari kemudian. Sebaliknya, dosis yang sama yang diberikan secara merata dalam waktu satu tahun tidak menimbulkan akibat yang sama.

Selain bergantung pada jumlah dan laju dosis, setiap organ tubuh mempunyai kepekaan yang berlainan terhadap radiasi, sehingga efek yang ditimbulkan radiasi juga akan berbeda.

Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy atau lebih yang diberikan secara sekaligus pada seluruh tubuh dan tidak langsung mendapat perawatan medis, akan dapat mengakibatkan kematian karena terjadinya kerusakan sumsum tulang belakang serta saluran pernapasan dan pencernaan. Jika segera dilakukan perawatan medis, jiwa seseorang yang mendapat dosis terserap 5 Gy tersebut mungkin dapat diselamatkan. Namun, jika dosis terserapnya mencapai 50 Gy, jiwanya tidak mungkin diselamatkan lagi, walaupun ia segera mendapatkan perawatan medis.

Jika dosis terserap 5 Gy tersebut diberikan secara sekaligus ke organ tertentu saja (tidak ke seluruh tubuh), kemungkinan besar tidak akan berakibat fatal. Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy yang diberikan sekaligus ke kulit akan menyebabkan eritema. Contoh lain, dosis yang sama jika diberikan ke organ reproduksi akan menyebabkan mandul.

Efek radiasi yang langsung terlihat ini disebut Efek Deterministik. Efek ini hanya muncul jika dosis radiasinya melebihi suatu batas tertentu, disebut Dosis Ambang.

Efek deterministik bisa juga terjadi dalam jangka waktu yang agak lama setelah terkena radiasi, dan umumnya tidak berakibat fatal. Sebagai contoh, katarak dan kerusakan kulit dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena dosis radiasi 5 Sv atau lebih.

Jika dosisnya rendah, atau diberikan dalam jangka waktu yang lama (tidak sekaligus), kemungkinan besar sel-sel tubuh akan memperbaiki dirinya sendiri sehingga tubuh tidak menampakkan tanda-tanda bekas terkena radiasi. Namun demikian, bisa saja sel-sel tubuh sebenarnya mengalami kerusakan, dan akibat kerusakan tersebut baru muncul dalam jangka waktu yang sangat lama (mungkin berpuluh-puluh tahun kemudian), dikenal juga sebagai periode laten. Efek radiasi yang tidak langsung terlihat ini disebut Efek Stokastik.

Efek stokastik ini tidak dapat dipastikan akan terjadi, namun probabilitas terjadinya akan semakin besar apabila dosisnya juga bertambah besar dan dosisnya diberikan dalam jangka waktu seketika. Efek stokastik ini mengacu pada penundaan antara saat pemaparan radiasi dan saat penampakan efek yang terjadi akibat pemaparan tersebut. Kecuali untuk leukimia yang dapat berkembang dalam waktu 2 tahun, efek pemaparan radiasi tidak memperlihatkan efek apapun dalam waktu 20 tahun atau lebih.


Salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker. Penyebab sebenarnya dari penyakit kanker tetap tidak diketahui. Selain dapat disebabkan oleh radiasi pengion, kanker dapat pula disebabkan oleh zat-zat lain, disebut zat karsinogen, misalnya asap rokok, asbes dan ultraviolet. Dalam kurun waktu sebelum periode laten berakhir, korban dapat meninggal karena penyebab lain. Karena lamanya periode laten ini, seseorang yang masih hidup bertahun-tahun setelah menerima paparan radiasi ada kemungkinan menerima tambahan zat-zat karsinogen dalam kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, jika suatu saat timbul kanker, maka kanker tersebut dapat disebabkan oleh zat-zat karsinogen, bukan hanya disebabkan oleh radiasi.

sumber : http://www.batan.go.id

Asal Dosis Radiasi dan Persentasenya

 

Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dapat berasal dari alam (secara alamiah) maupun dari radiasi buatan manusia (misalnya pemakaian sinar-X dalam bidang kedokteran). Dalam laporan yang dipublikasikan pada tahun 2000, UNSCEAR (United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation) menyatakan bahwa secara rata-rata seseorang akan menerima dosis 2,8 mSv (280 mrem) per tahun. Sekitar 85% dari total dosis yang diterima seseorang berasal dari alam. Sekitar 43% dari total dosis yang diterima seseorang berasal dari radionuklida radon yang terdapat di dalam rumah.
Persentase asal dosis radiasi yang diterima seseorang selama setahun
Kontribusi asal dosis radiasi secara umum
Kontribusi asal dosis radiasi secara rinci

Radiasi Kosmik

Pengaruh ketinggian terhadap dosis radiasi yang diterima manusiaRadiasi kosmik merupakan radiasi yang berasal dari angkasa luar, umumnya terdiri atas partikel proton. Proton merupakan partikel bermuatan, sehingga jumlah proton yang memasuki atmosfir bumi dipengaruhi oleh medan magnet bumi. Karena itu, dosis radiasi yang berasal dari radiasi kosmik bergantung pada garis lintang; semakin jauh dari khatulistiwa, semakin besar dosisnya.

Ketika memasuki atmosfir bumi, radiasi kosmik berinteraksi dengan atom/unsur penyusun atmosfir. Semakin mendekati bumi, jumlah radiasi kosmik akan semakin berkurang karena diserap oleh bahan penyusun atmosfir, sehingga dosisnya juga akan semakin berkurang. Pada permukaan bumi, secara rata-rata, dosisnya sekitar 0,4 mSv (40 mrem) per tahun.
Beberapa kota di bumi, misalnya kota Lhasa di Himalaya, Tibet, berada di lokasi yang cukup tinggi sehingga penduduknya akan mendapat dosis yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang berada di permukaan bumi. Secara umum, intensitas radiasi kosmik bertambah dua kali lipat untuk setiap ketinggian 2 km.

Selain itu, mereka yang sering bepergian dengan pesawat terbang juga akan mendapat dosis radiasi yang lebih tinggi. Penerbangan pada ketinggian 13 km, ketinggian yang umum untuk penerbangan komersial, memberikan tambahan dosis 0,005 mSv (0,5 mrem) per jam penerbangan untuk setiap penumpang.

Kerak bumi (terestrial)

Semua bahan yang terdapat dalam kerak bumi mengandung radionuklida, khususnya uranium (U), thorium (Th) dan kalium (K). Uranium tersebar di bebatuan dan tanah dalam konsentrasi yang sangat kecil. U-238 merupakan induk dari beberapa deret peluruhan radionuklida. Setiap radionuklida akan meluruh menjadi radionuklida lain hingga akhirnya tercapai nuklida stabil Pb-206. Salah satu radionuklida yang berada dalam deret peluruhan uranium ini adalah radon-222 (Rn-222) yang dapat berinteraksi dengan udara. Thorium juga tersebar di tanah, dan Th-232 merupakan radionuklida induk dari deret peluruhan lain. Konsentrasi kalium lebih banyak dibandingkan dengan uranium dan thorium.

Semua radionuklida tersebut memancarkan radiasi gamma. Karena itu, setiap saat kita mendapat radiasi gamma, baik sewaktu kita berada di dalam maupun di luar rumah. Dosis yang diterima akan bervariasi sesuai dengan struktur geologi daerah tempat tinggalnya dan dengan bahan bangunan yang dipakai. Secara rata-rata, kita menerima dosis 0,5 mSv (50 mrem) per tahun dari radiasi gamma alamiah yang berasal dari bebatuan dan tanah.

Kita mungkin berpikir bahwa dengan masuk ke dalam rumah, kita akan terhindar dari radiasi terestrial. Kenyataannya, kontribusi radiasi terestrial ini 20% terdapat di luar rumah, 80% berasal dari bahan bangunan.

Internal

Beberapa radionuklida yang berasal dari deret uranium dan thorium, misalnya Pb-210 dan Po-210, terdapat di udara, makanan dan air. Karena itu, kita juga mendapat radiasi secara internal (dari dalam tubuh). Selain itu, di dalam tubuh juga terdapat radionuklida K-40 dan produk peluruhan radon. Interaksi radiasi kosmik dengan atmosfir juga akan menghasilkan beberapa radionuklida, misalnya C-14, yang akan menambah radiasi internal. Dosis efektif rata-rata dari radiasi internal ini sekitar 0,3 mSv (30 mrem) per tahun. Sekitar separuh dari dosis ini berasal dari K-40.

Radon

Cara gas radon masuk ke dalam rumahRadiasi yang berasal dari gas radon (Rn-222) merupakan sumber utama radiasi yang kita terima sehari-hari. Hal ini terjadi karena Rn-222 dapat bergabung dengan udara yang kita hirup. Kemudian, gas radon yang memancarkan radiasi alfa ini dapat mengiradiasi paru-paru sehingga akan meningkatkan risiko terkena kanker.

Jika gas radon keluar dari tanah, gas radon akan terdispersi (tersebar) ke udara. Karena itu, konsentrasi radon di lingkungan udara terbuka akan kecil. Namun, jika gas radon memasuki ruangan tertutup, khususnya melalui lantai rumah, konsentrasinya akan meningkat.

Dosis efektif rata-rata dari gas radon ini sekitar 1,2 mSv (120 mrem) per tahun. Karena dosis total rata-rata (baik berasal dari radiasi alamiah maupun buatan) sekitar 2,8 mSv (280 mrem) per tahun, maka kontribusi dari radon ini sekitar 43% dari dosis total yang kita terima. Karena itu, kita harus mewaspadai dosis radiasi yang berasal dari gas radon ini. Untuk mengurangi radiasi yang berasal dari gas radon, ruangan gedung harus memiliki ventilasi yang cukup agar gas radon dapat didispersikan oleh udara.

Kedokteran

CT ScanDalam bidang kedokteran, radiasi pengion digunakan untuk diagnosis dan pengobatan (terapi). Pemakaian sinar-X untuk memeriksa pasien disebut radiologi diagnostik, jika radiasi digunakan untuk mengobati pasien, prosedurnya disebut radioterapi, sedang pemakaian obat-obatan yang mengandung bahan radioaktif, baik untuk keperluan diagnosis maupun terapi, disebut kedokteran nuklir. Dosis efektif rata-rata yang berasal dari bidang kedokteran ini sekitar 0,4 mSv (40 mrem) per tahun.


Atmosfir (uji-coba bom nuklir)

Percobaan bom atom pertama: Trinity, 16 Juli 1945Jika bom nuklir diuji-coba di atas tanah, ledakan bom tersebut akan menghamburkan berbagai radionuklida, misalnya H-3 dan Pu-241, ke atmosfir. Dari atmosfir, radionuklida tersebut kemudian secara perlahan-lahan turun ke tanah. Sekitar 500 uji-coba bom nuklir dilaksanakan sebelum adanya pembatasan uji-coba bom nuklir pada tahun 1963.

Radionuklida utama yang menjadi bahaya radiasi pada uji-coba bom nuklir ini adalah C-14, Sr-90 dan Cs-137. Radionuklida tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman. Selain itu, radionuklida tersebut dapat juga terdapat di permukaan tanah sehingga akan menambah radiasi yang kita terima.

Dosis efektif rata-rata akibat radionuklida hasil uji-coba bom nuklir ini sekitar 0,005 mSv (0,5 mrem) per tahun. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan dosis sekitar 0,1 mSv (10 mrem) pada tahun 1963 ketika uji-coba peledakan bom nuklir mencapai puncaknya.

Kecelakaan PLTN Chernobyl

Klik untuk melihat gambar dengan ukuran yang lebih besarPada tanggal 26 April 1986 terjadi kecelakaan di PLTN Chernobyl, Ukraina. Kecelakaan itu mengakibatkan tersebarnya sejumlah bahan radioaktif ke lingkungan selama 10 hari. Sekitar 31 orang meninggal dunia, termasuk 28 orang petugas pemadam kebakaran. Para petugas pemadam kebakaran tersebut mendapat dosis radiasi tinggi, antara 3 Sv (300 rem) hingga 16 Sv (1600 rem), yang berasal dari bahan radioaktif yang mengendap di tanah. Selain itu, mereka juga mengalami kontaminasi pada kulit yang mengakibatkan eritema akut. Sebanyak 209 orang juga mendapat perawatan di rumah sakit, 106 orang di antaranya didiagnosa menderita sakit akibat radiasi yang cukup parah. Kendati demikian, semuanya dapat disembuhkan dan diizinkan pulang setelah menjalani perawatan beberapa minggu atau bulan di rumah sakit.

Radionuklida utama yang menjadi bahaya pada kecelakaan ini adalah I-131, Cs-134 dan Cs-137. Dosis yang diterima berasal dari radiasi eksterna radionuklida yang terdapat di permukaan tanah, dari terhirupnya I-131 sehingga meningkatkan dosis radiasi pada thyroid, dan dari radiasi internal radionuklida yang terdapat pada bahan makanan.
Ketika UNSCEAR menerbitkan laporan pada tahun 2000, pada laporan itu masih disebutkan bahwa kecelakaan PLTN Chernobyl ini mengakibatkan dosis efektif rata-rata sekitar 0,002 mSv (0,2 mrem) per tahun.

PLTN

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan salah satu sumber daya energi listrik dunia. Pada setiap tahap daur bahan bakar nuklir, termasuk penambangan, fabrikasi, operasi reaktor serta olah-ulang bahan bakar, sejumlah kecil radionuklida dilepaskan ke lingkungan dalam bentuk cair, gas atau padat. Dosis efektif rata-rata yang berasal dari energi nuklir ini sekitar 0,0002 mSv (0,02 mrem) per tahun.
Daur bahan bakar nuklir

Lain-lain

Selain mendapat dosis radiasi yang berasal dari latar belakang seperti disebutkan di atas, kita juga mendapat tambahan dosis radiasi, misalnya bila kita di"roentgen". Tabel berikut memperlihatkan beberapa sumber paparan yang dapat menambah dosis radiasi.

Beberapa sumber paparan radiasi

sumber : http://www.batan.go.id