A.
Sejarah
Kedokteran Nuklir
Sejarah
kedokteran nuklir kaya dengan kontribusi dari para ilmuwan berbakat di seluruh
disiplin ilmu yang berbeda dalam fisika, kimia, teknik, dan kedokteran. Sifat
multidisiplin Kedokteran Nuklir membuat sulit bagi sejarawan medis untuk
menentukan tanggal lahir Kedokteran Nuklir.
Ini mungkin
dapat menjadi yang terbaik ditempatkan di antara penemuan radioaktivitas buatan
pada tahun 1934 dan produksi radionuklida oleh Oak Ridge National Laboratory
untuk menggunakan obat terkait, pada tahun 1946.
Banyak sejarawan
menganggap penemuan radioisotop buatan yang dihasilkan oleh Frédéric
Joliot-Curie dan Irène Joliot-Curie pada tahun 1934 sebagai tonggak paling
signifikan dalam Kedokteran Nuklir.
Meskipun,
penggunaan awal dari I131 dikhususkan untuk terapi kanker tiroid,
penggunaannya kemudian diperluas untuk mencakup pencitraan kelenjar tiroid,
kuantifikasi fungsi tiroid, dan terapi untuk hipertiroidisme.
Meluasnya
penggunaan klinis Kedokteran Nuklir dimulai pada awal 1950-an, sebagai
pengetahuan diperluas tentang radionuklida, deteksi radioaktivitas, dan
menggunakan radionuklida tertentu untuk melacak proses-proses biokimia.
Karya perintis oleh
Benediktus Cassen dalam mengembangkan pemindai bujursangkar pertama dan
Kemarahan Hal O. 's kamera kilau (kamera Kemarahan) memperluas disiplin muda
Kedokteran Nuklir ke spesialisasi pencitraan medis penuh.
Dalam
tahun-tahun Kedokteran Nuklir, pertumbuhan adalah fenomenal. Masyarakat
Kedokteran Nuklir dibentuk pada tahun 1954 di Spokane, Washington, Amerika
Serikat.
Pada tahun 1960,
Masyarakat mulai penerbitan Jurnal Kedokteran Nuklir, jurnal ilmiah terkemuka
untuk disiplin di Amerika.
Ada sebuah
kebingungan penelitian dan pengembangan baru dan radiofarmasi radionuklida
untuk digunakan dengan perangkat pencitraan dan untuk in-vitro studies5.
Di antara banyak
radionuklida yang ditemukan untuk medis digunakan, tidak ada yang sama
pentingnya dengan penemuan dan pengembangan Technetium-99m.
Ini pertama kali
ditemukan pada tahun 1937 oleh C. Perrier dan E. Segre sebagai unsur buatan
untuk mengisi ruang nomor 43 dalam Tabel Periodik.
Pengembangan
sistem generator untuk menghasilkan Technetium-99m pada tahun 1960
menjadi metode praktis untuk penggunaan medis.
Hari ini,
Technichium-99m adalah unsur yang paling dimanfaatkan dalam
Kedokteran Nuklir dan digunakan dalam berbagai studi pencitraan Kedokteran
Nuklir.
Pada tahun
1970-an sebagian besar organ tubuh dapat divisualisasikan menggunakan prosedur
Kedokteran Nuklir. Pada tahun 1971, American Medical Association resmi diakui
kedokteran nuklir sebagai spesialisasi medis.
Pada tahun 1972,
American Board of Kedokteran Nuklir didirikan, memperkuat Kedokteran Nuklir
sebagai spesialisasi medis.
Pada 1980-an,
radiofarmasi dirancang untuk digunakan dalam diagnosis penyakit jantung.
Perkembangan tomografi emisi foton tunggal, sekitar waktu yang sama,
menyebabkan rekonstruksi tiga dimensi dari jantung dan pembentukan bidang
Kardiologi Nuklir.
Perkembangan
lebih baru dalam Kedokteran Nuklir meliputi penemuan positron emisi tomografi
pertama pemindai (PET).
Konsep tomografi
emisi dan transmisi, kemudian berkembang menjadi emisi photon tunggal computed
tomography (SPECT), diperkenalkan oleh David E. Kuhl dan Roy Edwards di akhir
1950-an.
Pekerjaan mereka
mengarah pada desain dan konstruksi instrumen tomografi beberapa di University
of Pennsylvania. Teknik pencitraan tomografi telah dikembangkan lebih lanjut di
Washington University School of Medicine.
Inovasi ini
menyebabkan fusi imaging dengan SPECT dan CT oleh Bruce Hasegawa dari
University of California San Francisco (UCSF), dan PET pertama / CT prototipe
oleh DW Townsend dari Universitas Pittsburgh tahun 1998.
PET dan PET / CT
imaging mengalami pertumbuhan yang lambat di tahun-tahun awal karena biaya
modalitas dan persyaratan untuk sebuah situs di-atau siklotron dekatnya.
Namun, keputusan
administratif untuk menyetujui penggantian medis dari aplikasi PET dan PET / CT
terbatas dalam onkologi telah menyebabkan pertumbuhan fenomenal dan diterima
secara luas selama beberapa tahun terakhir.
PET / CT imaging
sekarang merupakan bagian integral dari onkologi untuk monitoring diagnosis,
pementasan dan pengobatan.
B. Dasar-Dasar Kedokteran Nuklir
Pesawat dan Console Sophy Camera
Dibidang
kedokteran nuklir informasi gambar yang didapat dari observasi distribusi
radiofarmaka dalam tubuh pasien yang dideteksi dengan menggunakan gamma kamera
yang dihubungkan dengan system computer untuk menganalisa data-data yang
didapat.
1.
Radiofarmaka
Radiofarmaka merupakan sediaan farmasi dalam bentuk senyawa
kimia yang mengandung radioisotop yang diberikan pada kegiatan kedokteran nuklir.
Sediaan radiofarmaka pada umumnya terdiri dari 2 komponen yaitu radioisotop dan
bahan pembawa menuju ke organ target. Pancaran radiasi dari radioisotop pada
organ target itulah yang akan dicacah oleh detector (gamma kamera) untuk
direkostruksi menjadi citra ataupun grafik intensitas radiasi..
Syarat senyawa radioaktif untuk tujuan diagnosa adalah
1) murni satu nuklida saja,
2) murni secara radiokimia,
3)
Pemancar sinar-gamma energi tunggal yang besarnya berkisar antara 100-400 KeV ,
4) stabil dalam bentuk senyawa ,
5) Waktu paruh biologis pendek.
Beberapa contoh sediaan radiofarmaka antara lain : Brom
Sufatein I131 (BSP), Hipuran I131, Radio Iodinated Human
Serum Albumin (RIHSA), Rose Bengal I131, Tc99m dalam
bentuk senyawa Natrium Perteknetat, Thalium201, Galium68.
Beberapa contoh radiofarmaka untuk terapi : I131, Bi212,
Y90, Cu67, Pd109. Radiofarmaka yang banyak
dipakai untuk keperluan in-vitro test adalah I125.
Produksi sediaan radiofarmaka dapat diklasifikasikan menjadi
4 :
·
Radioisotop primer medical yaitu radioisotop
dalam bentuk kimia yang sederhana (biasanya an-organik). Diproduksi dengan cara
mengiradiasi atom sasaran dalam reaktor nuklir atau dalam siklotron.
·
Senyawa bertanda medikal yaitu senyawa yang salh
satu atau lebih dari atom atau gugusnya digantikan dengan atom unsur
radioisotop
·
Generator radioisotop ; untuk mendapatkan
radioisotop umur pendek pada lokasi yang jauh dari tempat produksi radioisotop
terutama bagi rumah-sakit yang tidak memiliki fasilitas reaktor nuklir maka
diciptakanlah generator radioisotop. Generator radioisotop adalah suatu sistem
yang terdiri dua macam radioisotop yaitu radioisotop induk induk dan
radioisotop anak yang keduanya membentuk pasangan kesetimbangan radioaktif.
Radioisotop induk memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada waktu paruh
radioisotop anak. Radioisotop anak digunakan untuk keprluan diagnostik maupun
terapi.
·
Kit Radiofarmaka ; adalah sediaan non-radioaktif
yang terdiri dari beberapa senyawa kimia yang akan ditandai dengan radioisotop
untuk menjadi sediaan radiofarmaka. Radioisotop yang paling banyak digunakan adalah
Technitium -99m (Tc-99m) karena punya beberapa kelebihan, yaitu : Waktu Paruh
pendek (6,03 jam), memancarkan gamma murni dengan energi 140 KeV, mempunyai
tingkat valensi 1 sampai 7 sehingga mudah bereaksi dengan senyawa lain, dan
dapat diperoleh dengan cara elusi generator radioisotop.
Oleh
kerena itu sediaan radiofarmaka yang berkembang sampai saat ini adalah sediaan
radiofarmaka Technitium yang disiapkan dalam bentuk kit radiofarmaka,
sedangakan Tc-99m dapat diperoleh dengan elusi generator.
Mekanisme
penempatan radiofarmaka dalam tubuh adalah :
Ø Active
transport : Secara aktif sel-sel organ tubuh, memindahkan radiofarmaka dari
darah ke dalam organ tertentu, selanjutnya mengikuti proses metabolisme atau
dikeluarkan dari tubuh. Contoh : I-131 akan ditransfer ke sel-sel thyroid untuk
pembuatan T3 dan T4, Tc-99m IDA dan I-131 Rose Bengal oleh sel poligonal hati
ditransfer dari darah kemudian diekskresi ke usus halus, lewat saluran empedu,
I-131 Hipuran diekskresi oleh tubulus sehingga dapat untuk pemeriksaan ginjal.
Ø Phogocytosis
: Beberapa Radionuklida seperti Tc-99m, In-113m atau Au-198 jika diikat oleh
pembawa materi berbentuk”koloid” maka radiofarmaka ini akab difagosit oleh RES
tubuh. Bila radiofarmaka ini disuntikkan secara Intra Vena maka dapat memeriksa
scanning liver, limpa, dan sumsum tulang, jika disuntikkan secara subcutan
untuk memeriksa kelenjar getah bening.
Ø Cell
Sequestration (pengasingan sel) : Sel darah merah yang ditandai Cr-51 dan
dipanaskan 50 derajat celcius selama 1 menit, lalu dimasukkan ke tubuh
penderita secara intravena maka akan diasingkan ke limpa untuk pemeriksaan
scanning limpa.
Ø Capillary
Blockage (Penghalang Kapiler) : Bila pembawa materi berbentuk makrokoloid
(dengan ukuran 20-30 mikron) dan disuntikkan secara intravena maka akan menjadi
penghalang kapiler di paru-paru. Contoh ; Tc-99m MAA untuk scanning perfusi
hati
Ø Simple
or Exchanged Diffusion (pertukaran difus) : Radiofarmaka tersebut akan saling
bertukar tempat dengan senyawa yang sama dari organ tubuh, contoh ; Polifosfat
bertanda Tc-99m (Tc-99m MDP) akan bertukar tempat dengan senyawa polifosfat
tulang dan dalam jangka 2-4 jam Tc-99m MDP akan merata dalam tulang,
pemeriksaan untuk mendeteksi lesi otak denagn RIHSA dan cairan interselluler
otak.
Ø Compartmental
Localization (kompartemental) : Bila radiofarmaka dapat menggambarkan blood
pool karena keberadaannya yang cukup lama dalam darah maka ikatan ini dapat
dipakai untuk scanning jantung dan plasenta (ventrikulografi dan
placentografi). Contoh ; RIHSA untuk pemeriksaan plasenta, Cr-51 eritrosit,
Tc-99m Sn eritrosit untuk ventrikulografi jantung.
2.
Radionuklida
Radionuklida yang digunakan di kedokteran nuklir adalah hasil
produksi reactor nuklir seperti I131, Cr51 dan cyclotron
seperti Tl201, In123 namun harganya jauh lebih mahal
dibanding dengan reaktor nuklir atau melalui generator dengan mengilusi isotope
induk. Contoh yang paling dikenal dari radionuklida yang berasal dari generator
adalah Tc99m yang dielusi dari isotope induk Mo99 yang
pemakainnya paling banyak di kedokteran nuklir.
Penggunaan radionuklida di kedokteran nuklir harus dibedakan
antara pemakaian untuk keperluan terapi dan diagnostik. Untuk penggunaan terapi
diperlukan radionuklida yang massa paruhnya panjang dan memamcarkan radiasi
sinar beta yang mempunyai efek biologis tinggi. Radionuklida yang mempunyai
beban radiasi kecil terhadap pasien dan memiliki energi yang ideal untuk
pemeriksaan dengan gamma kamera. Kriteria yang ideal dimiliki oleh suatu
radionuklida untuk keperluan diagnostik adalah :
a.
Waktu Paruh :
pendek tapi tidak lebih pendek dari waktu pemeriksaan
b.
Radiasi :
memancarka sinar gamma
c.
Energi :
50 - 400 KeV
d.
Sifat Kimia :
tidak toxic dan tidak merubah sifat biologis dari farmaka
yang di label
e.
Ekonomis :
murah dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak
Dari kriteria
diatas Tc99m merupakan radionuklida yang paling memenuhi syarat
karena Tc99m mempunyai waktu paruh 6 jam, radiasi gamma, energy 146
KeV, sifat kimia tidak toxic dan tidak merubah sifat biologis farmaka yang dilabel
dan eknomis.
Deteksi
radioisotop dapat dibagi dalam 5 kategori :
·
Delution, absoption dan excretion sudies : Bila
penderita disuntikkan sejumlah radiofarmaka yang telah diketahui jumlahnya,
maka delution yang terjadi atau prosentase absorsi atau kapan dieskresi dapat
ditentukan melalui sampel darah, urin, feses dan lain-lain.
·
Concentration sudies : bila suatu radiofarmaka
diberikan pada seorang pasien kemudian diukur berapa persen yang ditangkap
suatu organ, misal Thyroid Up-take.
·
Dinamic function study : Suatu radiofarmaka
dipelajari saat mencapai atau meninggalakan suatu organ. Misal ; pada
pemeriksaan cerebral blood flow, renogram.
·
Organ system atau pool Visualization : Setalah
radiofarmaka dimasukkan ke dalam tubuh pasien maka distribusinya akan tersaji
dalam bentuk gambar. Misalnya pada pemeriksaan scanning otak, cardiac blood
pool , Bone scan.
·
In vitro test
·
Radiofarmaka dicampur dengan sampel penderita,
misalnya pada pemeriksaan T3 x T4.
Ada 2 macam
gambaran yang diperoleh dari hasil scanning :
Ø
Hot area, artinya daerah abnormal yang
menunjukkan kenaikan up take (distribusi yang berlebihan) radiofarmaka. Contoh
; bone scanning dan brain scanning.
Ø
Pada keadaan dimana radiofarmaka diikat oleh
organ tubuh yang normal sehingga pada keadaan abnormal timbul penurunan
aktivitas atau cold area. Contoh : scanning liver, thyroid.
3.
Zat Pembawa
Untuk membawa aktifitas ke organ yang akan diperiksa
diperlukan senyawa yang mempunyai spesitas terhadap organ tersebut yang
biasanya disebut zat pembawa. Zat pembawa adalah unsur / zat yang dapat
mengikat radionuklida dan membawa ke organ yang akan diperiksa dan
dimetabolisir oleh organ tersebut.
Kemajuan dalam bidang bioteknologi sangat membantu dalam
perkembangan kedokteran nuklir baik dalam jumlah dan produksi dan jenis zat
pembawa tetapi juga teknik-teknik labeling senyawa tersebut berkembang pesat.
Sebagaimana radionuklida zat pembawa ini juga harus mempunyai kriteria sebagai
unsur dari radiofarmaka, yaitu:
·
Mudah dilabel dengan radionuklida serta mudah
preparasinya tanpa merubah sifat biologisnya terutama biodistribusi dalam
tubuh.
·
Harus terakumulasi atau teralokasi sebagian
besar di organ yang akan diperiksa.
·
Harus bisa dieliminasi dari tubuh dengan waktu
paruh yang sesuai dengan lamanya pemeriksaan.
Zat
pembawa yang sering digunakan di Kedokteran Nuklir adalah sebagai berikut:
NO
|
ZAT PEMBAWA
|
RADIONUKLIDA
|
ORGAN YANG DIPERIKSA
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
MDP
DTPA
DMSA
MAA
MIBI
HMPAO
Hipuran
N
|
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
I-131
I-131
|
Tulang
Ginjal (glomerulus)
Ginjal (parenkin)
Paru
Jantung
Otak
Ginjal (tubular)
Tiroid
|
C.
Konfigurasi
Peralatan
Spect - CT |
Pada prinsipnya alat / pesawat kedokteran nuklir hanya
sebagai detector, yaitu menangkap radiasi yang dipancarkan oleh bahan
radioaktif dalam tubuh dan merubahnya
menjadi data yang dapat dilihat sebagai angka-angka, warna ataupun grafik.
Pemeriksaan imaging kedokteran nuklir memerlukan gamma kamera yang mempunyai
detector dalam jumlah banyak. Satu gamma kamera biasanya terdiri dari
kolimator, detector, Photo Multiplier Tube (PMT), Catode Ray Tube (CRT), Pulse
Height Analizer (PHA).
1. Kamera Gamma
Kamera gamma pada
hakekatnya merupakan kamera
skintilasi (scintillation cameras). Pencitraan menggunakan kamera gamma merupakan teknologi imeging emisi. Kamera gamma akan merubah photon gamma yang berhasil diterima oleh detektor menjadi pulsa cahaya dan selanjutnya dirubah menjadi pulsa elektronik (voltage signal). Signal tersebut yang akhirnya akan membentuk citra (image) sesuai dengan ditribusi radionuklida yang dimasukkan kedalam tubuh. Setiap unit kamera gamma memiliki komponen dasar yang terdiri dari :
a.
Kolimator
Proses Penggantian Kolimator
Sebagaimana pada sistem optic yang memerlukan lensa untuk
memfokuskan cahaya, dalam kedokteran nuklir juga diperlukan sarana untuk
memfokuskan sinar gamma detector. Untuk itu diperlukan kolimator yang terbuat
dari timbal yang berisikan pipa-pipa kecil, dimana arah dari pipa-pipa ini
tergantung dari jenis kolimator. Dengan kolimator, hanya sinar gamma yang
searah dengan pipa-pipa dapat melalui kolimator dan menumbuk detector.
Sedangkan sinar gamma yang arahnya miring akan menumbuk pipa-pipa dan akan
diabsorbsi sehingga tidak sampai detektor (kristal skintilasi), hanya menerima
signal dari radionuklida terbatas pada sebagian tertentu didalam tubuh pasien).
Karenanya kolimator dalam menjalankan fungsinya adalah dengan mengabsorbsi dan
menghalangi radiasi photon yang datang diluar bidang tertentu yang berhadapan
dengan permukaan detektor. Sehingga radiasi yang diterima oleh kolimator dengan
posisi oblique tidak dapat mempengaruhi pembentukan citra.
Ada beberapa tipe kolimator diantaranya kolimator tipe LEHR (Low Energy High Resolution),
LEGP (Low Energy General Purpose), HEGP (High Energy General Puspuse). Bentuk
fisik hole/lubang dapat berupa hexagonal atau bulat/lingkaran, dengan septa
yang cukup tipis. Bentuk hexagonal memungkinkan untuk terjadinya penetrasi
photon gamma lebih banyak dibanding dengan bentuk hole berupa lingkaran.
Dengan kolimator paralel hole, kecuali ukuran citra yang
dihasilkan, jumlah cacah persatuan waktu akan banyak berubah apabila jarak
dengan kolimator dirubah. Apabila jarak obyek menjadi lebih jauh dari kristal
maka jumlah cacah yang diterima akan jauh berkurang sesuai dengan hukum
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Akan tetapi apabila jarak ditambah,
maka luas bidang yang dapat dicover oleh kolimator akan meningkat. Sebaliknya
apabila jarak obyek semakin dekat dengan permukaan kolimator resolusi akan
semakin baik. Pencitraan menggunakan kolimator multihole harus diupayakan jarak
permukaan kolimator harus sedekat mungkin dengan obyek (permukaan tubuh
pasien).
Efektivitas kolimator dalam memproduksi gambar pada detektor
tergantung dari faktor-faktor, antara lain :
·
Dimensi dari kolimator : besar pipa/ukuran hole,
jumlah hole, panjang hole dan tebal septa
·
Jarak dari obyek : makin dekat obyek dengan
kamera makin baik resolusinya, karena itu sangat penting untuk menempatkan
pasien sedekat mungkin dengan kamera
·
Resolusi dan sensitivitas juga sangat
dipengaruhi oleh energi sinar gamma yang diterima, makin tinggi energi yang
diterima makin buruk cahaya yang dihasilkan detektor.
b.
Detektor/ Kristal skintilasi
Detector terdiri dari scintilasi kristal yang diletakkan di
belakang kolimator, terbuat dari Natrium Iodida (NaI) kristal plus Thalium. NaI
(Tl) ini akan mengeluarkan cahaya/scintilisai apabila tertumbuk sinar gamma
Interaksi photon gamma dengan kristal detektor akan
menyebabkan terjadinya efek penyerapan photoelektrik, sehingga menghasilkan
cahaya fluorosensi yang intensitasnya proposional dengan kandungan energi dari
photon gamma yang bersangkutan. Pada umumnya diameter kristal detektor
bervariasi sekitar 10 s/d 21 inch, dan ketebalan ¼ s.d ½ inch. Semakin luas
ukuran bidang kristal semakin luas pula bidang pencitraan yang dimiliki kamera
gamma, sehingga harganya semakin mahal. Semakin tebal ukuran suatu kristal
detektor, derajat resolusi spatial akan semakin rendah tetapi semakin efektif
dalam menangkap radiasi photon gamma.
Pesawat Spect - CT |
c.
Photo Multiplier Tube (PMT)
PMT berfungsi untuk merubah signal cahaya menjadi signal
elektrik secara terukur. PMT ditempatkan dibagian belakang kristal NaI(Tl) dan
berjumlah banyak serta tersusun dalam suatu konfigurasi. PMT dihubungkan dengan
kristal secara optis dengan bahan silicon-like materials. Signal skintilasi
yang dihasilkan dari kristal akan diterima/dicatat oleh satu atau lebih PMT.
Signal keluaran PMT memiliki 3 komponen,yaitu : Semua data-data ini akan terkumpul
dalam kolektor dan disimpan dalam memori ini akan diproses menjadi data visual
berupa gambar, grafik maupun angka.
d.
Cathode Ray Tube (CRT)
Signal-signal yang dapat dari PMT akan diproses menjadi 3
(tiga) signal X, Y, Z. spatial coordinates X dan Y sebagai sumbu , dan komponen
Z sebagai parameter besarnya energi yang masuk dalam kristal detektor dan
diproses oleh PHA. Koordinat X dan Y dapat langsung diamati pada layar display
(CRT) atau didalam komputer. Sedang signal Z (intensitas) akan diproses lebih lanjut
oleh komponen berikutnya, yaitu PHA.
e.
Pulse Height Analyzer (PHA)
PHA pada prinsipnya memiliki fungsi membuang (to discard)
signal-signal radiasi yang beraasal dari cacah latar (background) dan sinar
hamburan atau radiasi lain dari hasil interferensi isotop, sehingga hanya foton
yang berasal dari photopeak yang dikehendaki yang dicatat. PHA akan melakukan
pemilahan terhadap signal-signal tersebut, selanjutnya meneruskan signal yang
sesuai untuk diteruskan ke sistem komputer, sedang yang tidak sesuai ditolak.
PHA mampu melakukan fungsi tersebut karena energi yang diterima oleh detektor
akan diubah menjadi signal skintilasi yang memiliki korelasi linier dengan
voltage signal yang dikeluarkan oleh PMT.
f.
Konsole/Panel Kontrol
Image exposure time
ditentukan melalui panel kontrol, dengan pilihan :
·
preset count
·
preset time atau
·
preset ID (information density) untuk citra
kompresi.
g.
Generator
Pada prinsipnya generator radioisotop terdiri dari
radionuklida yang mempunyai waktu paroh panjang (disebut radionuklida induk)
yang spontan meluruh dan menghasilkan radionuklida yang waktu parohnya jauh
lebih pendek (disebut radionuklida anak). Keduanya membentuk pasangan
keseimbangan transien dan pada suatu saat radioaktivitas generator akan
berkurang menurut waktu paro nuklida induk.
Sistem generator radioisotop harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
·
Radionuklida induk harus mempunyai sifat-sifat
fisika dan kimia yang cocok agar mudah diolah dalam bentuk generator
·
Radionuklida induk dapat menghasilkan nuklida
anak dengan kemurnian kimia, radiokimia yang tinggi
·
Sistem generator harus aman dan sederhana dalam
penggunaanya
·
Radioaktivitas anak harus cukup tinggi
·
Nuklida anak harus mudah dipisahkan dari
induknya
·
Struktur generator harus tetap baik setelah
berkali-kali dielusi (dalam pemisahan nuklida anak dari induknya)
Hingga saat ini
dari sistem generator telah dapat dihasilkan
beberapa radioisotop, misalnya :
Generator
|
T1/2 Induk
|
T1/2 Anak luruh
|
Eγ Anak Luruh (%)
|
99Mo 99mTc
68Ge 68Ga
81Rb 81mKr
82Sr 82Rb
87Y 87mSr
113Sn 113mIn
132Te 132I
137Cs 137mBa
191Os 191mIr
|
2,78 hari
275 hari
4,7 jam
25 hari
3,3 hari
115 hari
3,2 hari
30 tahun
15 hari
|
6 jam
68 menit
12 detik
1,3 menit
2,8 jam
1,7 jam
2,3 jam
2,6 menit
4,7 detik
|
140 keV (90)
511 keV (176)
190 keV (65)
511 keV (192)
388 keV (80)
393 keV (64)
(banyak)
622 keV (89)
129 keV (25)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar