Sabtu, 18 Januari 2014

CT Scan (Computed Tomography Scanner)





CT Scan (Computed Tomography Scanner) merupakan alat penunjang diagnosa yang mempunyai aplikasi yang universal untuk pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti susunan saraf pusat, otot dan tulang, tenggorokan dan rongga perut. CT Scan menggunakan radiasi nuklir seperti neutron, sinar gamma dan sinar-X.
CT Scan pertama kali digunakan  untuk diagnosa kedokteran pada awal tahun 1970-an. Teknik diagnosa ini dilakukan dengan melewatkan seberkas sinar-X terkolimasi (lebar ±2 mm) pada tubuh pasien dan berkas radiasi yang diteruskan ditangkap oleh suatu sistem detektor. Sumber sinar-X berikut detektor bergerak di suatu bidang mengitari tubuh pasien.Berdasarkan perbedaan respon detektor pada berbagai posisi penyinaran kemudian dibuat suatu rekonstruksi ulang untuk mendapatkan gambar bidang tomografi dari objek (pasien) yang disinari.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat suatu kelainan, seperti :
Ø  Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.
Ø  Perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.
Ø  Brain contusion.
Ø  Brain atrofi.
Ø  Hydrocephalus.
Ø  Inflamasi.

a.      Peralatan CT Scan
Peralatan CT Scan terdiri dari :
Ø  Meja tempat pasien
Ø  Gantry scanning yang berisi sumber sinar-X terkolimasi dan susunan detektor
Ø  Perangkat elektronik untuk akuisisi data
Generator sinar-X
Ø  Komputer, TV-monitor berikut panel kontrol
Meja pasien dan gantry scanning harus dapat menempatkan posisi pasien pada posisi yang tepat, akurat dan nyaman, sehingga dari proses rekonstruksi akan didapatkan hasil tomografi yang benar. Tegangan sinar-X yang digunakan bervariasi dari 50-150 kV dengan kuat arus antara 0-600 mA.Gambar bidang tomografi yang ditampilkan pada layar monitor komputer selanjutnya dapat dibuatkan film fotografi (seperti pada diagnostik konvensional), dicetak pada printer ataupun disimpan dalam CD atau disket (floppy disk).

b.      Penggunaan CT Scan
CT-scan ini paling banyak digunakan untuk melihat potongan penampang lintang dari susunan syaraf pusat (otak) manusia. Pasien yang akan diperiksa harus tidur di meja pasien. Setelah didapatkan posisi yang dikehendaki, kemudian dilakukan pengambilan data yang diatur dari panel kontrol.Panel kontrol ini harus terletak di ruang pemeriksaan.Pengambilan data ini bisa memakan waktu beberapa menit, tergantung dari jenis pemeriksaan dan tipe pesawat CT-scan yang digunakan.
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan proses rekonstruksi untuk mendapatkan gambar. Proses rekonstruksi ini merupakan suatu pekerjaan yang sangat komplek dan hanya dilakukan dengan komputer, sehingga teknik diagnosa ini dikenal computerized tomography atau computed tomography. Seperti halnya pada diagnostik sinar-X konvensional, CT-scan ini juga kurang baik, untuk pemeriksaan bagian/organ tubuh yang bergerak.Sehingga sampai saat ini CT-scan lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan bagian kepala.

c.       Aspek Proteksi Radiasi
Untuk setiap pemeriksaan, seorang bisa menerima dosis radiasi sampai dengan 10 mSv (1 rem) pada bagian tubuh yang sangat sempit.Karena dapat memberikan dosis cukup tinggi, maka pesawat CT-scan harus ditempatkan pada ruang khusus yang berpenahan radiasi cukup.Selama pengambilan data, operator/radiografer tidak diperkenankan berada di dalam ruang pemeriksaan.Ruangan perlu diberikan tanda-tanda/lampu ketika pemeriksaan sedang berlangsung. Disain dinding penahan radiasi adalah seperti halnya pada pesawat sinar-X konvensional

d.      Sistem CT Scan
Ø  Sistem Pemroses Citra
Sistem pemroses citra merupakan bagian yang secara langsung berhadapan dengan obyek yang diamati (pasien).Bagian ini terdiri atas sumber sinar-x, sistem kontrol, detektor dan akusisi data. Untuk mengetahui seberapa banyak sinar-x dipancarkan ke tubuh pasien, maka dalam peralatan ini juga dilengkapi sistem kontrol yang mendapat input dari komputer.
Ø  Sistem Komputer dan Sistem Kontrol
Bagian komputer bertanggung jawab atas keseluruhan sistem CT Scanner, yaitu mengontrol sumber sinar-x, menyimpan data, dan mengkonstruksi gambar tomografi. Komputer terdiri atas processor, array processor, harddisk dan sistem input-output.
Ø  Rekonstruksi
Banyak metode yang dapat digunakan untuk merekonstruksi gambar tomografi, mulai dari back projection sampai konvolusi. Metode back projection menggunakan pembagian pixel-pixel yang kecil dari suatu irisan melintang. Pixel didasarkan pada nilai absorbsi linier yang kemudian disusun menjadi sebuah profil dan terbentuklah sebuah matrik.Rekonstruksi dilakukan dengan jalan saling menambah antar elemen matrik.Untuk mendapatkan gambar rekonstruksi yang lebih baik, maka digunakan metode konvolusi. Proses rekonstruksi dari konvolusi dapat dinyatakan dalam bentuk matematik yaitu transformasi Fourier. Dengan menggunakan konvolusi dan transformasi Fourier, maka bayangan radiologi dapat dimanipulasi dan dikoreksi sehingga dihasilkan gambar yang lebih baik.

e.       Manfaat CT Scanner
CT Scan memiliki kemampuan yang unik untuk memperhatikan suatu kombinasi dari jaringan, pembuluh darah dan tulang secara bersamaan. CT Scan dapat digunakan untuk mendiagnose permasalahan berbeda seperti :
Ø  Adanya gumpalan darah di dalam paru-paru (pulmonary emboli)
Ø  Pendarahan di dalam otak ( cerebral vascular accident)
Ø  Batu ginjal
Ø  Inflamed appendix
Ø  Tulang yang retak
Ø  Kanker otak, hati, pankreas, tulang, dan lain-lain

f.       Prinsip Kerja CT Scan
Dengan menggunakan tabung sinar-X sebagai sumber radiasi yang berkas sinarnya dibatasi oleh kollimator, sinar-X tersebut menembus tubuh dan diarahkan ke detektor. Intensitas sinar-x yang diterima oleh detektor akan berubah sesuai dengan kepadatan tubuh sebagai objek, dan detektor akan merubah berkas sinar-X yang diterima menjadi arus listrik, dan kemudian diubah oleh integrator menjadi tegangan listrik analog. Tabung sinar-x tersebut diputar dan sinarnya di proyeksikan dalam berbagai posisi, besar tegangan listrik yang diterima diubah menjadi besaran digital oleh analog to digital Converter (A/D C) yang kemudian dicatat oleh komputer. Selanjutnya diolah dengan menggunakan Image Processor dan akhirnya dibentuk gambar yang ditampilkan ke layar monitor TV. Gambar yang dihasilkan dapat dibuat ke dalam film dengan Multi Imager atau Laser Imager.

g.      Pemprosesan data
Sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray didapatkan dari perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi oleh collimator dan detektor. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
Collimator dan Detektor
Sinar X-ray yang telah dideteksi oleh detektor kemudian dikonversi menjadi arus listrik yang kemudian ditransmisikan ke komputer dalam bentuk sinyal melaui proses berikut :


Proses pembentukan citra
Setelah diperoleh arus listrik dan sinyal aslinya, maka sinyal tadi dikonversi ke bentuk digital menggunakan A/D Convertor agar sinyal digital ini dapat diolah oleh komputer sehingga membentuk citra yang sebenarnya.
Hasilnya dapat dilihat langsung pada monitor komputer ataupun dicetak ke film. Berikut contoh citra yang diperoleh dalam proses scanning menggunakan CT Scanner :
Hasil Scanogran Thorax
 
h.      Parameter CT Scan
Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas sinar-X yang mengalami perlemahan setelah menembus obyek, ditangkap detektor dan dilakukan pengolahan dalam komputer. Penampilan gambar yang baik tergantung kualitas gambar yang dihasilkan sehingga aspek klinis dari gambar tersebut dapat dimanfaatkan untuk menegakkan diagnosa.
Pada CT Scan dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal (Bushberg,2003).
Adapun parameter tersebut adalah :
Ø  Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari obyek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1 mm – 10 mm sesuai dengan keperluan klinis. Slice thickness yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah sebaliknya dengan slice thickness yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Slice thickness yang tebal akan menimbulkan gambaran yang mengganggu seperti garis-garis dan apabila slice thickness terlalu tipis akan menghasilkan noise yang tinggi.
Ø  Scan Range
Scan range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness, yang bermanfaat untuk mendapatkan ketebalan potongan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.
Ø  Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi, meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu (s).Besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara otomatis pada setiap pemeriksaan (Jaengsri, 2004).
Tegangan tabung (KV) yaitu beda potensial antara tabung katoda dan anoda. Semakin tinggi awan elektron yang dihasilkan maka akan semakin kuat menembus anoda sehingga daya tembus yang dihasilkan akan semakin besar.
Arus tabung (mA) yaitu kuat lemahnya arus yang dihasilkan sinar-X, apabila arus tabung besar maka elektron yang dihasilkan akan semakin besar.
Waktu (s) yaitu lamanya waktu eksposi, sangat berpengaruh terhadap jumlah elektron.mAs berpengaruh terhadap jumlah elektron dan kuantitas sinar-X.

Ø  Field of View (FOV)
Field of View (FOV) adalah diameter maksimal dari gambar yang akan direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12 cm sampai dengan 50 cm. Field of View (FOV) kecil akan meningkatkan detail gambar (resolusi) karena field of view (FOV) yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti.
Field of View (FOV) kecil, antara 100 mm sampai dengan 200 mm akan meningkatkan resolusi sehingga detail gambar dan batas objek akan tampak jelas. Field of View (FOV) kecil akan menyebabkan noise meningkat (Nesseth, 2000).
Field of View (FOV) sedang, yaitu 200 mm diharapkan gambar yang dihasilkan memiliki spasial resolusi yang baik, noise serta artefak sedikit (Genant, 1982).
Field of View (FOV) besar, antara 350 mm sampai dengan 400 mm akan menghasilkan spasial resolusi yang rendah karena pixel menjadi besar akibat dilakukannya magnifikasi. Field of View (FOV) besar akan menyebabkan noise berkurang dan kontras resolusi meningkat serta dapat dihindari munculnya streak artifact (Genant, 1982).
Ø  Gantry Tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gantry (tabung sinar-X dengan detektor). Rentang gantry tilt antara -300 sampai +300. Gantry tilt bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi, dan menentukan sudut irisan dari objek yang akan diperiksa. Satuan ukur penyudutan gantry adalah derajat (°).
Ø  Pitch
Pitch adalah jangka waktu yang berhubungan dengan suatu kecepatan dan jarak. Pada CT Scan helical, pitch didefinisikan sebagai jarak (mm) pergerakan meja CT Scan selama satu putaran tabung sinar-X. Pitch digunakan untuk menghitung pitch ratio, yang mana merupakan suatu rasio pada pitch untuk slice thickness/beam collimation.
Saat jarak pergerakan meja selama satu putaran penuh, tabung sinar-X sama dengan slice thickness/ beam collimation, pitch ratio (pitch) yaitu 1:1 atau sederhananya 1. Suatu pitch dengan nilai 1 menghasilkan kualitas gambar terbaik dalam CT Scan helical. Pitch ditingkatkan untuk meningkatkan volume coverage dan kecepatan proses scanning. Nilai pitch berada dalam range 0 sampai dengan 10, sedangkan pitch faktor antara 1 dan 2.

Ø  Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu struktur elemen dalam memori komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi gambar.
Pada umumnya matriks yang digunakan berukuran 512x512 yaitu 512 baris dan 512 kolom. Pada pemeriksaan CT Scan ukuran matriks disesuaikan dengan alat yang tersedia. Rekonstruksi matriks berpengaruh terhadap resolusi gambar.
Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi detail gambar yang dihasilkan. (Bushberg, 2003)
Ø  Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan karakteristik dari gambar CT Scan tergantung dari kuatnya algorithma yang dipilih. Semakin tinggi rekonstruksi algorithma yang dipilih maka semakin tinggi resolusi gambar yang dihasilkan.Dengan adanya metode ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.
Ø  Window Width
Window Width adalah nilai computed tomography yang dikonversi menjadi gray scale untuk ditampilkan ke TV monitor. Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama nilai computed tomography. Nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield Unit).
Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU, jaringan lunak 140 HU sampai dengan 400 HU, untuk tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000 HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Jaringan atau substansi lain dengan nilai yang berbeda tergantung dari nilai perlemahannya. Jadi penampakan tulang pada monitor menjadi putih dan udara menjadi hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menjadi warna abu-abu bertingkat yang disebut gray scale. Khusus untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi putih apabila diberi media kontras (Rasad, 1992).


Ø  Window Level
Window Level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik perlemahan dari struktur obyek yang diperiksa. Window Level menentukan densitas (derajat kehitaman) gambar yang dihasilkan. Untuk jaringan lunak 30 HU sampai dengan 40 HU, sedangkan untuk tulang 200 HU sampai dengan 400 HU.
Tipe Jaringan
Nilai CT (HU)
Penampakan
Tulang
+1000
Putih
Otot
+50
Abu-Abu
Materi putih
+45
Abu-Abu Merah
Materi Abu-Abu
+40
Abu-Abu
Darah
+20
Abu-Abu
CSF
+15
Abu-Abu
Air
0
Abu-Abu
Lemak
-100
Abu-Abu
Paru-Paru
-200
Abu-Abu
Udara
-1000
Hitam
Tabel 1. Nilai CT pada jaringan yang berbeda dan penampakannya dalam layar monitor (Bontrager, 2001)

i.        Modalitas CT-Scan
Beberapa aplikasi software yang secara umum digunakan pada modalitas CT Scan adalah sebagai berikut (GE Healthcare,2008, Lars Herrnsdorf RTI, 2008, Seeram,2001)  :
1.      Rekonstruksi tiga dimensi
            Pada penggunaannya aplikasi software rekonstruksi tiga dimensi dapat digabungkan dengan :
Ø  Multi Planar Reformating (MPR)
Aplikasi software Multi Planar Reformating (MPR)  merupakan tampilan  gambar dalam berbagai bidang baik sagital, aksial maupun coronal.
Ø  Maksimum Intensity Projection (MIP)
Maksimum Intensity Projection merupakan rekonstruksi tiga dimensi yang digunakan untuk melihat jaringan tubuh sampai intensitas yang paling maksimum.
Sebagai contoh untuk melihat perdarahan pada jaringan otak.
Ø  Volume Rendering
Software volume rendering merupakan hasil rekonstruksi tiga dimensi yang dibuat dari jaringan terdalam sampai dengan jaringan terluar. Aplikasi software ini digunakan untuk melihat volume ketika gambar anatomi dibuat dalam sisi potongan yang berbeda
Ø  Shaded Surface Display (SSD)
Software shaded surface display merupakan hasil rekonstruksi tiga dimensi dari bagian luarnya saja. Sebagai contoh pada penggunaan rekonstruksi tulang, gambaran tulang tampak dalam tiga dimensi sementara jaringan otak tidak ditampakkan.
Ø  Multi Planar Volume Rendering (MPVR)
Software Multi Planar Volume Reformating merupakan tampilan gambar dari multi planar reformat dalam bentuk volume dilihat dari sisi coronal oblik maupun sagital oblik.Aplikasi software ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar penyudutan sebagai contoh pada kasus impaksi gigi.

2.      Nerve marking
Aplikasi software nerve marking digunakan pada pemeriksaan dental scan untuk melihat identitas nervus sepanjang nervus canalis.Setelah nervus diidentifikasi kemudian ditunjukkan pada gambaran panoramik dan irisan melintang. Pengukuran dengan alat ini dapat mengukur panjang, lebar, kedalaman dan volume dari yang akan membantu dalam rencana tindakan bedah.

3.      Autobone
Aplikasi software auto bone merupakan software analisis gambar untuk memfasilitasi kalsifikasi struktur tulang pada pemeriksaan CT Angiografi.

4.      CT Perfusi
Aplikasi software CT perfusi sangat berarti untuk menentukan gangguan pada perfusi.Aplikasi ini meliputi pemetaan aliran dan volume darah pada pasien, viewer dan aplikasi tiga dimensi.


5.      Smartcore
Aplikasi software smart core digunakan untuk menghitung volume atau densitas dari area kalsifikasi arteri koronaria.Penggunaan aplikasismart core ini sangat penting pada pemeriksaan CT Cardiac.

6.      Bone Mineral Densitometry
Software bone mineral densitometry didesain sebagai fasilitas untuk mengukur densitas mineral dalam body vertebra. Aplikasi klinisnya untuk mengukur kehilangan mineral tulang pada pasien dengan resiko osteoporosis dan  dapat juga untuk memonitor respon tindakan terapi.

7.      Koreksi noise dan artefak
Aplikasi software koreksi noise digunakan untuk mengurangi noise yang timbul pada gambar CT Scan. Soft are koreksi artefak meliputimotion  artifact correction ( MAC) yaitu soft ware untuk mengurangi artefak yang terjadi pada gerakan  misalnya menelan pada saluran pencernaan dan  metal artifact reduction (MAR) yaitu software untuk mengurangi artefak yang disebabkan  logam yang muncul pada gambar CT Scan.

8.      Denta scan (Panoramik dan Cephalometri)
Aplikasi software denta scan digunakan untuk membuat kreasi secara keseluruhan dengan membandingkan perubahan penampang aksial, panoramik dan oblik dari tulang mandibula dan atau tulang maksila. Selain itu juga dapat digunakan untuk melihat gambaran dua dimensi dari panoramik dan cephalometri.

9.      CT Dose Profil
Aplikasi software pada metode pengukuran profil dosis tidak menggunakan cara tradisional seperti pengukuran CTDI dengan menggunakan pencil ionisation chamber namun merupakan metode  pengukuran secara otomatis  profil dosis pada scanning spiral maupun aksial. Beberapa parameter yang dapat dievaluasi dengan menggunakan CT Dose Profil secara simultan antara lain CTDI scan,Multi Scan Average Dose (MSAD), CT Beam fluoro dan variasi arus tabung.











 























Hasil Pemeriksaan CT Scan

Kedokteran Nuklir, Apa Sih Itu???



A.    Sejarah Kedokteran Nuklir
Sejarah kedokteran nuklir kaya dengan kontribusi dari para ilmuwan berbakat di seluruh disiplin ilmu yang berbeda dalam fisika, kimia, teknik, dan kedokteran. Sifat multidisiplin Kedokteran Nuklir membuat sulit bagi sejarawan medis untuk menentukan tanggal lahir Kedokteran Nuklir.
Ini mungkin dapat menjadi yang terbaik ditempatkan di antara penemuan radioaktivitas buatan pada tahun 1934 dan produksi radionuklida oleh Oak Ridge National Laboratory untuk menggunakan obat terkait, pada tahun 1946.
Banyak sejarawan menganggap penemuan radioisotop buatan yang dihasilkan oleh Frédéric Joliot-Curie dan Irène Joliot-Curie pada tahun 1934 sebagai tonggak paling signifikan dalam Kedokteran Nuklir.
Meskipun, penggunaan awal dari I131 dikhususkan untuk terapi kanker tiroid, penggunaannya kemudian diperluas untuk mencakup pencitraan kelenjar tiroid, kuantifikasi fungsi tiroid, dan terapi untuk hipertiroidisme.
Meluasnya penggunaan klinis Kedokteran Nuklir dimulai pada awal 1950-an, sebagai pengetahuan diperluas tentang radionuklida, deteksi radioaktivitas, dan menggunakan radionuklida tertentu untuk melacak proses-proses biokimia.
Karya perintis oleh Benediktus Cassen dalam mengembangkan pemindai bujursangkar pertama dan Kemarahan Hal O. 's kamera kilau (kamera Kemarahan) memperluas disiplin muda Kedokteran Nuklir ke spesialisasi pencitraan medis penuh.
Dalam tahun-tahun Kedokteran Nuklir, pertumbuhan adalah fenomenal. Masyarakat Kedokteran Nuklir dibentuk pada tahun 1954 di Spokane, Washington, Amerika Serikat.
Pada tahun 1960, Masyarakat mulai penerbitan Jurnal Kedokteran Nuklir, jurnal ilmiah terkemuka untuk disiplin di Amerika.
Ada sebuah kebingungan penelitian dan pengembangan baru dan radiofarmasi radionuklida untuk digunakan dengan perangkat pencitraan dan untuk in-vitro studies5.
Di antara banyak radionuklida yang ditemukan untuk medis digunakan, tidak ada yang sama pentingnya dengan penemuan dan pengembangan Technetium-99m.
Ini pertama kali ditemukan pada tahun 1937 oleh C. Perrier dan E. Segre sebagai unsur buatan untuk mengisi ruang nomor 43 dalam Tabel Periodik.
Pengembangan sistem generator untuk menghasilkan Technetium-99m pada tahun 1960 menjadi metode praktis untuk penggunaan medis.
Hari ini, Technichium-99m adalah unsur yang paling dimanfaatkan dalam Kedokteran Nuklir dan digunakan dalam berbagai studi pencitraan Kedokteran Nuklir.
Pada tahun 1970-an sebagian besar organ tubuh dapat divisualisasikan menggunakan prosedur Kedokteran Nuklir. Pada tahun 1971, American Medical Association resmi diakui kedokteran nuklir sebagai spesialisasi medis.
Pada tahun 1972, American Board of Kedokteran Nuklir didirikan, memperkuat Kedokteran Nuklir sebagai spesialisasi medis.
Pada 1980-an, radiofarmasi dirancang untuk digunakan dalam diagnosis penyakit jantung. Perkembangan tomografi emisi foton tunggal, sekitar waktu yang sama, menyebabkan rekonstruksi tiga dimensi dari jantung dan pembentukan bidang Kardiologi Nuklir.
Perkembangan lebih baru dalam Kedokteran Nuklir meliputi penemuan positron emisi tomografi pertama pemindai (PET).
Konsep tomografi emisi dan transmisi, kemudian berkembang menjadi emisi photon tunggal computed tomography (SPECT), diperkenalkan oleh David E. Kuhl dan Roy Edwards di akhir 1950-an.
Pekerjaan mereka mengarah pada desain dan konstruksi instrumen tomografi beberapa di University of Pennsylvania. Teknik pencitraan tomografi telah dikembangkan lebih lanjut di Washington University School of Medicine.
Inovasi ini menyebabkan fusi imaging dengan SPECT dan CT oleh Bruce Hasegawa dari University of California San Francisco (UCSF), dan PET pertama / CT prototipe oleh DW Townsend dari Universitas Pittsburgh tahun 1998.
PET dan PET / CT imaging mengalami pertumbuhan yang lambat di tahun-tahun awal karena biaya modalitas dan persyaratan untuk sebuah situs di-atau siklotron dekatnya.
Namun, keputusan administratif untuk menyetujui penggantian medis dari aplikasi PET dan PET / CT terbatas dalam onkologi telah menyebabkan pertumbuhan fenomenal dan diterima secara luas selama beberapa tahun terakhir.
PET / CT imaging sekarang merupakan bagian integral dari onkologi untuk monitoring diagnosis, pementasan dan pengobatan.

B.     Dasar-Dasar Kedokteran Nuklir
 Pesawat dan Console Sophy Camera
Dibidang kedokteran nuklir informasi gambar yang didapat dari observasi distribusi radiofarmaka dalam tubuh pasien yang dideteksi dengan menggunakan gamma kamera yang dihubungkan dengan system computer untuk menganalisa data-data yang didapat.

1.      Radiofarmaka
Radiofarmaka merupakan sediaan farmasi dalam bentuk senyawa kimia yang mengandung radioisotop yang diberikan pada kegiatan kedokteran nuklir. Sediaan radiofarmaka pada umumnya terdiri dari 2 komponen yaitu radioisotop dan bahan pembawa menuju ke organ target. Pancaran radiasi dari radioisotop pada organ target itulah yang akan dicacah oleh detector (gamma kamera) untuk direkostruksi menjadi citra ataupun grafik intensitas radiasi..
Syarat senyawa radioaktif untuk tujuan diagnosa adalah
1) murni satu nuklida saja,
2) murni secara radiokimia,
3) Pemancar sinar-gamma energi tunggal yang besarnya berkisar antara 100-400 KeV ,
4) stabil dalam bentuk senyawa ,
5) Waktu paruh biologis pendek.
Beberapa contoh sediaan radiofarmaka antara lain : Brom Sufatein I131 (BSP), Hipuran I131, Radio Iodinated Human Serum Albumin (RIHSA), Rose Bengal I131, Tc99m dalam bentuk senyawa Natrium Perteknetat, Thalium201, Galium68. Beberapa contoh radiofarmaka untuk terapi : I131, Bi212, Y90, Cu67, Pd109. Radiofarmaka yang banyak dipakai untuk keperluan in-vitro test adalah I125.
Produksi sediaan radiofarmaka dapat diklasifikasikan menjadi 4 :
·         Radioisotop primer medical yaitu radioisotop dalam bentuk kimia yang sederhana (biasanya an-organik). Diproduksi dengan cara mengiradiasi atom sasaran dalam reaktor nuklir atau dalam siklotron.
·         Senyawa bertanda medikal yaitu senyawa yang salh satu atau lebih dari atom atau gugusnya digantikan dengan atom unsur radioisotop
·         Generator radioisotop ; untuk mendapatkan radioisotop umur pendek pada lokasi yang jauh dari tempat produksi radioisotop terutama bagi rumah-sakit yang tidak memiliki fasilitas reaktor nuklir maka diciptakanlah generator radioisotop. Generator radioisotop adalah suatu sistem yang terdiri dua macam radioisotop yaitu radioisotop induk induk dan radioisotop anak yang keduanya membentuk pasangan kesetimbangan radioaktif. Radioisotop induk memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada waktu paruh radioisotop anak. Radioisotop anak digunakan untuk keprluan diagnostik maupun terapi.
·         Kit Radiofarmaka ; adalah sediaan non-radioaktif yang terdiri dari beberapa senyawa kimia yang akan ditandai dengan radioisotop untuk menjadi sediaan radiofarmaka. Radioisotop yang paling banyak digunakan adalah Technitium -99m (Tc-99m) karena punya beberapa kelebihan, yaitu : Waktu Paruh pendek (6,03 jam), memancarkan gamma murni dengan energi 140 KeV, mempunyai tingkat valensi 1 sampai 7 sehingga mudah bereaksi dengan senyawa lain, dan dapat diperoleh dengan cara elusi generator radioisotop.
Oleh kerena itu sediaan radiofarmaka yang berkembang sampai saat ini adalah sediaan radiofarmaka Technitium yang disiapkan dalam bentuk kit radiofarmaka, sedangakan Tc-99m dapat diperoleh dengan elusi generator.

Mekanisme penempatan radiofarmaka dalam tubuh adalah :
Ø  Active transport : Secara aktif sel-sel organ tubuh, memindahkan radiofarmaka dari darah ke dalam organ tertentu, selanjutnya mengikuti proses metabolisme atau dikeluarkan dari tubuh. Contoh : I-131 akan ditransfer ke sel-sel thyroid untuk pembuatan T3 dan T4, Tc-99m IDA dan I-131 Rose Bengal oleh sel poligonal hati ditransfer dari darah kemudian diekskresi ke usus halus, lewat saluran empedu, I-131 Hipuran diekskresi oleh tubulus sehingga dapat untuk pemeriksaan ginjal.
Ø  Phogocytosis : Beberapa Radionuklida seperti Tc-99m, In-113m atau Au-198 jika diikat oleh pembawa materi berbentuk”koloid” maka radiofarmaka ini akab difagosit oleh RES tubuh. Bila radiofarmaka ini disuntikkan secara Intra Vena maka dapat memeriksa scanning liver, limpa, dan sumsum tulang, jika disuntikkan secara subcutan untuk memeriksa kelenjar getah bening.
Ø  Cell Sequestration (pengasingan sel) : Sel darah merah yang ditandai Cr-51 dan dipanaskan 50 derajat celcius selama 1 menit, lalu dimasukkan ke tubuh penderita secara intravena maka akan diasingkan ke limpa untuk pemeriksaan scanning limpa.
Ø  Capillary Blockage (Penghalang Kapiler) : Bila pembawa materi berbentuk makrokoloid (dengan ukuran 20-30 mikron) dan disuntikkan secara intravena maka akan menjadi penghalang kapiler di paru-paru. Contoh ; Tc-99m MAA untuk scanning perfusi hati
Ø  Simple or Exchanged Diffusion (pertukaran difus) : Radiofarmaka tersebut akan saling bertukar tempat dengan senyawa yang sama dari organ tubuh, contoh ; Polifosfat bertanda Tc-99m (Tc-99m MDP) akan bertukar tempat dengan senyawa polifosfat tulang dan dalam jangka 2-4 jam Tc-99m MDP akan merata dalam tulang, pemeriksaan untuk mendeteksi lesi otak denagn RIHSA dan cairan interselluler otak.
Ø  Compartmental Localization (kompartemental) : Bila radiofarmaka dapat menggambarkan blood pool karena keberadaannya yang cukup lama dalam darah maka ikatan ini dapat dipakai untuk scanning jantung dan plasenta (ventrikulografi dan placentografi). Contoh ; RIHSA untuk pemeriksaan plasenta, Cr-51 eritrosit, Tc-99m Sn eritrosit untuk ventrikulografi jantung.

2.      Radionuklida
Radionuklida yang digunakan di kedokteran nuklir adalah hasil produksi reactor nuklir seperti I131, Cr51 dan cyclotron seperti Tl201, In123 namun harganya jauh lebih mahal dibanding dengan reaktor nuklir atau melalui generator dengan mengilusi isotope induk. Contoh yang paling dikenal dari radionuklida yang berasal dari generator adalah Tc99m yang dielusi dari isotope induk Mo99 yang pemakainnya paling banyak di kedokteran nuklir.
Penggunaan radionuklida di kedokteran nuklir harus dibedakan antara pemakaian untuk keperluan terapi dan diagnostik. Untuk penggunaan terapi diperlukan radionuklida yang massa paruhnya panjang dan memamcarkan radiasi sinar beta yang mempunyai efek biologis tinggi. Radionuklida yang mempunyai beban radiasi kecil terhadap pasien dan memiliki energi yang ideal untuk pemeriksaan dengan gamma kamera. Kriteria yang ideal dimiliki oleh suatu radionuklida untuk keperluan diagnostik adalah :
a.       Waktu Paruh         : pendek tapi tidak lebih pendek dari waktu pemeriksaan
b.      Radiasi                  : memancarka sinar gamma
c.       Energi                    : 50 - 400 KeV
d.      Sifat Kimia            : tidak toxic dan tidak merubah sifat biologis dari farmaka
  yang di label
e.       Ekonomis              : murah dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak
Dari kriteria diatas Tc99m merupakan radionuklida yang paling memenuhi syarat karena Tc99m mempunyai waktu paruh 6 jam, radiasi gamma, energy 146 KeV, sifat kimia tidak toxic dan tidak merubah sifat biologis farmaka yang dilabel dan eknomis.
Deteksi radioisotop dapat dibagi dalam 5 kategori :
·         Delution, absoption dan excretion sudies : Bila penderita disuntikkan sejumlah radiofarmaka yang telah diketahui jumlahnya, maka delution yang terjadi atau prosentase absorsi atau kapan dieskresi dapat ditentukan melalui sampel darah, urin, feses dan lain-lain.
·         Concentration sudies : bila suatu radiofarmaka diberikan pada seorang pasien kemudian diukur berapa persen yang ditangkap suatu organ, misal Thyroid Up-take.
·         Dinamic function study : Suatu radiofarmaka dipelajari saat mencapai atau meninggalakan suatu organ. Misal ; pada pemeriksaan cerebral blood flow, renogram.
·         Organ system atau pool Visualization : Setalah radiofarmaka dimasukkan ke dalam tubuh pasien maka distribusinya akan tersaji dalam bentuk gambar. Misalnya pada pemeriksaan scanning otak, cardiac blood pool , Bone scan.
·         In vitro test
·         Radiofarmaka dicampur dengan sampel penderita, misalnya pada pemeriksaan T3 x T4.
Ada 2 macam gambaran yang diperoleh dari hasil scanning :
Ø  Hot area, artinya daerah abnormal yang menunjukkan kenaikan up take (distribusi yang berlebihan) radiofarmaka. Contoh ; bone scanning dan brain scanning.
Ø  Pada keadaan dimana radiofarmaka diikat oleh organ tubuh yang normal sehingga pada keadaan abnormal timbul penurunan aktivitas atau cold area. Contoh : scanning liver, thyroid.

3.      Zat Pembawa
Untuk membawa aktifitas ke organ yang akan diperiksa diperlukan senyawa yang mempunyai spesitas terhadap organ tersebut yang biasanya disebut zat pembawa. Zat pembawa adalah unsur / zat yang dapat mengikat radionuklida dan membawa ke organ yang akan diperiksa dan dimetabolisir oleh organ tersebut.
Kemajuan dalam bidang bioteknologi sangat membantu dalam perkembangan kedokteran nuklir baik dalam jumlah dan produksi dan jenis zat pembawa tetapi juga teknik-teknik labeling senyawa tersebut berkembang pesat. Sebagaimana radionuklida zat pembawa ini juga harus mempunyai kriteria sebagai unsur dari radiofarmaka, yaitu:
·         Mudah dilabel dengan radionuklida serta mudah preparasinya tanpa merubah sifat biologisnya terutama biodistribusi dalam tubuh.
·         Harus terakumulasi atau teralokasi sebagian besar di organ yang akan diperiksa.
·         Harus bisa dieliminasi dari tubuh dengan waktu paruh yang sesuai dengan lamanya pemeriksaan.
 
Zat pembawa yang sering digunakan di Kedokteran Nuklir adalah sebagai berikut:
NO
ZAT PEMBAWA
RADIONUKLIDA
ORGAN YANG DIPERIKSA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
MDP
DTPA
DMSA
MAA
MIBI
HMPAO
Hipuran
N
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
I-131
I-131
Tulang
Ginjal (glomerulus)
Ginjal (parenkin)
Paru
Jantung
Otak
Ginjal (tubular)
Tiroid

C.    Konfigurasi Peralatan
Spect - CT
Pada prinsipnya alat / pesawat kedokteran nuklir hanya sebagai detector, yaitu menangkap radiasi yang dipancarkan oleh bahan radioaktif  dalam tubuh dan merubahnya menjadi data yang dapat dilihat sebagai angka-angka, warna ataupun grafik. Pemeriksaan imaging kedokteran nuklir memerlukan gamma kamera yang mempunyai detector dalam jumlah banyak. Satu gamma kamera biasanya terdiri dari kolimator, detector, Photo Multiplier Tube (PMT), Catode Ray Tube (CRT), Pulse Height Analizer (PHA).
1.         Kamera Gamma
      Kamera gamma pada hakekatnya merupakan kamera


skintilasi (scintillation cameras). Pencitraan menggunakan kamera gamma merupakan teknologi imeging emisi. Kamera gamma akan merubah photon gamma yang berhasil diterima oleh detektor menjadi pulsa cahaya dan selanjutnya dirubah menjadi pulsa elektronik (voltage signal). Signal tersebut yang akhirnya akan membentuk citra (image) sesuai dengan ditribusi radionuklida yang dimasukkan kedalam tubuh. Setiap unit kamera gamma memiliki komponen dasar yang terdiri dari :
a.       Kolimator
Proses Penggantian Kolimator
Sebagaimana pada sistem optic yang memerlukan lensa untuk memfokuskan cahaya, dalam kedokteran nuklir juga diperlukan sarana untuk memfokuskan sinar gamma detector. Untuk itu diperlukan kolimator yang terbuat dari timbal yang berisikan pipa-pipa kecil, dimana arah dari pipa-pipa ini tergantung dari jenis kolimator. Dengan kolimator, hanya sinar gamma yang searah dengan pipa-pipa dapat melalui kolimator dan menumbuk detector. Sedangkan sinar gamma yang arahnya miring akan menumbuk pipa-pipa dan akan diabsorbsi sehingga tidak sampai detektor (kristal skintilasi), hanya menerima signal dari radionuklida terbatas pada sebagian tertentu didalam tubuh pasien). Karenanya kolimator dalam menjalankan fungsinya adalah dengan mengabsorbsi dan menghalangi radiasi photon yang datang diluar bidang tertentu yang berhadapan dengan permukaan detektor. Sehingga radiasi yang diterima oleh kolimator dengan posisi oblique tidak dapat mempengaruhi pembentukan citra.


Ada beberapa tipe kolimator diantaranya kolimator tipe LEHR (Low Energy High Resolution), LEGP (Low Energy General Purpose), HEGP (High Energy General Puspuse). Bentuk fisik hole/lubang dapat berupa hexagonal atau bulat/lingkaran, dengan septa yang cukup tipis. Bentuk hexagonal memungkinkan untuk terjadinya penetrasi photon gamma lebih banyak dibanding dengan bentuk hole berupa lingkaran.
 Dengan kolimator paralel hole, kecuali ukuran citra yang dihasilkan, jumlah cacah persatuan waktu akan banyak berubah apabila jarak dengan kolimator dirubah. Apabila jarak obyek menjadi lebih jauh dari kristal maka jumlah cacah yang diterima akan jauh berkurang sesuai dengan hukum berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Akan tetapi apabila jarak ditambah, maka luas bidang yang dapat dicover oleh kolimator akan meningkat. Sebaliknya apabila jarak obyek semakin dekat dengan permukaan kolimator resolusi akan semakin baik. Pencitraan menggunakan kolimator multihole harus diupayakan jarak permukaan kolimator harus sedekat mungkin dengan obyek (permukaan tubuh pasien).
Efektivitas kolimator dalam memproduksi gambar pada detektor tergantung dari faktor-faktor, antara lain :
·         Dimensi dari kolimator : besar pipa/ukuran hole, jumlah hole, panjang hole dan tebal septa
·         Jarak dari obyek : makin dekat obyek dengan kamera makin baik resolusinya, karena itu sangat penting untuk menempatkan pasien sedekat mungkin dengan kamera
·         Resolusi dan sensitivitas juga sangat dipengaruhi oleh energi sinar gamma yang diterima, makin tinggi energi yang diterima makin buruk cahaya yang dihasilkan detektor.

b.      Detektor/ Kristal skintilasi
Detector terdiri dari scintilasi kristal yang diletakkan di belakang kolimator, terbuat dari Natrium Iodida (NaI) kristal plus Thalium. NaI (Tl) ini akan mengeluarkan cahaya/scintilisai apabila tertumbuk sinar gamma
Interaksi photon gamma dengan kristal detektor akan menyebabkan terjadinya efek penyerapan photoelektrik, sehingga menghasilkan cahaya fluorosensi yang intensitasnya proposional dengan kandungan energi dari photon gamma yang bersangkutan. Pada umumnya diameter kristal detektor bervariasi sekitar 10 s/d 21 inch, dan ketebalan ¼ s.d ½ inch. Semakin luas ukuran bidang kristal semakin luas pula bidang pencitraan yang dimiliki kamera gamma, sehingga harganya semakin mahal. Semakin tebal ukuran suatu kristal detektor, derajat resolusi spatial akan semakin rendah tetapi semakin efektif dalam menangkap radiasi photon gamma.
Pesawat Spect - CT

c.       Photo Multiplier Tube (PMT)
PMT berfungsi untuk merubah signal cahaya menjadi signal elektrik secara terukur. PMT ditempatkan dibagian belakang kristal NaI(Tl) dan berjumlah banyak serta tersusun dalam suatu konfigurasi. PMT dihubungkan dengan kristal secara optis dengan bahan silicon-like materials. Signal skintilasi yang dihasilkan dari kristal akan diterima/dicatat oleh satu atau lebih PMT. Signal keluaran PMT memiliki 3 komponen,yaitu : Semua data-data ini akan terkumpul dalam kolektor dan disimpan dalam memori ini akan diproses menjadi data visual berupa gambar, grafik maupun angka.

d.      Cathode Ray Tube (CRT)
Signal-signal yang dapat dari PMT akan diproses menjadi 3 (tiga) signal X, Y, Z. spatial coordinates X dan Y sebagai sumbu , dan komponen Z sebagai parameter besarnya energi yang masuk dalam kristal detektor dan diproses oleh PHA. Koordinat X dan Y dapat langsung diamati pada layar display (CRT) atau didalam komputer. Sedang signal Z (intensitas) akan diproses lebih lanjut oleh komponen berikutnya, yaitu PHA.

e.       Pulse Height Analyzer (PHA)
PHA pada prinsipnya memiliki fungsi membuang (to discard) signal-signal radiasi yang beraasal dari cacah latar (background) dan sinar hamburan atau radiasi lain dari hasil interferensi isotop, sehingga hanya foton yang berasal dari photopeak yang dikehendaki yang dicatat. PHA akan melakukan pemilahan terhadap signal-signal tersebut, selanjutnya meneruskan signal yang sesuai untuk diteruskan ke sistem komputer, sedang yang tidak sesuai ditolak. PHA mampu melakukan fungsi tersebut karena energi yang diterima oleh detektor akan diubah menjadi signal skintilasi yang memiliki korelasi linier dengan voltage signal yang dikeluarkan oleh PMT.

f.       Konsole/Panel Kontrol
Image exposure time ditentukan melalui panel kontrol, dengan pilihan :
·         preset count
·         preset time atau
·         preset ID (information density) untuk citra kompresi.

g.      Generator
Pada prinsipnya generator radioisotop terdiri dari radionuklida yang mempunyai waktu paroh panjang (disebut radionuklida induk) yang spontan meluruh dan menghasilkan radionuklida yang waktu parohnya jauh lebih pendek (disebut radionuklida anak). Keduanya membentuk pasangan keseimbangan transien dan pada suatu saat radioaktivitas generator akan berkurang menurut waktu paro nuklida induk.
Sistem generator radioisotop harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·         Radionuklida induk harus mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang cocok agar mudah diolah dalam bentuk generator
·         Radionuklida induk dapat menghasilkan nuklida anak dengan kemurnian kimia, radiokimia yang tinggi
·         Sistem generator harus aman dan sederhana dalam penggunaanya
·         Radioaktivitas anak harus cukup tinggi
·         Nuklida anak harus mudah dipisahkan dari induknya
·         Struktur generator harus tetap baik setelah berkali-kali dielusi (dalam pemisahan nuklida anak dari induknya)
Hingga saat ini dari sistem generator telah dapat dihasilkan  beberapa radioisotop, misalnya :
Generator
T1/2 Induk
T1/2 Anak luruh
Eγ Anak Luruh (%)
99Mo                      99mTc
68Ge                       68Ga
81Rb                       81mKr
82Sr                        82Rb
87Y                         87mSr
113Sn                      113mIn
132Te                      132I
137Cs                      137mBa
191Os                      191mIr

2,78 hari

275 hari

4,7 jam

25 hari

3,3 hari

115 hari

3,2 hari

30 tahun

15 hari

6 jam

68 menit

12 detik

1,3 menit

2,8 jam

1,7 jam

2,3 jam

2,6 menit

4,7 detik

140 keV (90)

511 keV (176)

190 keV (65)

511 keV (192)

388 keV (80)

393 keV (64)

(banyak)

622 keV (89)

129 keV (25)