Sabtu, 18 Januari 2014

Kedokteran Nuklir, Apa Sih Itu???



A.    Sejarah Kedokteran Nuklir
Sejarah kedokteran nuklir kaya dengan kontribusi dari para ilmuwan berbakat di seluruh disiplin ilmu yang berbeda dalam fisika, kimia, teknik, dan kedokteran. Sifat multidisiplin Kedokteran Nuklir membuat sulit bagi sejarawan medis untuk menentukan tanggal lahir Kedokteran Nuklir.
Ini mungkin dapat menjadi yang terbaik ditempatkan di antara penemuan radioaktivitas buatan pada tahun 1934 dan produksi radionuklida oleh Oak Ridge National Laboratory untuk menggunakan obat terkait, pada tahun 1946.
Banyak sejarawan menganggap penemuan radioisotop buatan yang dihasilkan oleh Frédéric Joliot-Curie dan Irène Joliot-Curie pada tahun 1934 sebagai tonggak paling signifikan dalam Kedokteran Nuklir.
Meskipun, penggunaan awal dari I131 dikhususkan untuk terapi kanker tiroid, penggunaannya kemudian diperluas untuk mencakup pencitraan kelenjar tiroid, kuantifikasi fungsi tiroid, dan terapi untuk hipertiroidisme.
Meluasnya penggunaan klinis Kedokteran Nuklir dimulai pada awal 1950-an, sebagai pengetahuan diperluas tentang radionuklida, deteksi radioaktivitas, dan menggunakan radionuklida tertentu untuk melacak proses-proses biokimia.
Karya perintis oleh Benediktus Cassen dalam mengembangkan pemindai bujursangkar pertama dan Kemarahan Hal O. 's kamera kilau (kamera Kemarahan) memperluas disiplin muda Kedokteran Nuklir ke spesialisasi pencitraan medis penuh.
Dalam tahun-tahun Kedokteran Nuklir, pertumbuhan adalah fenomenal. Masyarakat Kedokteran Nuklir dibentuk pada tahun 1954 di Spokane, Washington, Amerika Serikat.
Pada tahun 1960, Masyarakat mulai penerbitan Jurnal Kedokteran Nuklir, jurnal ilmiah terkemuka untuk disiplin di Amerika.
Ada sebuah kebingungan penelitian dan pengembangan baru dan radiofarmasi radionuklida untuk digunakan dengan perangkat pencitraan dan untuk in-vitro studies5.
Di antara banyak radionuklida yang ditemukan untuk medis digunakan, tidak ada yang sama pentingnya dengan penemuan dan pengembangan Technetium-99m.
Ini pertama kali ditemukan pada tahun 1937 oleh C. Perrier dan E. Segre sebagai unsur buatan untuk mengisi ruang nomor 43 dalam Tabel Periodik.
Pengembangan sistem generator untuk menghasilkan Technetium-99m pada tahun 1960 menjadi metode praktis untuk penggunaan medis.
Hari ini, Technichium-99m adalah unsur yang paling dimanfaatkan dalam Kedokteran Nuklir dan digunakan dalam berbagai studi pencitraan Kedokteran Nuklir.
Pada tahun 1970-an sebagian besar organ tubuh dapat divisualisasikan menggunakan prosedur Kedokteran Nuklir. Pada tahun 1971, American Medical Association resmi diakui kedokteran nuklir sebagai spesialisasi medis.
Pada tahun 1972, American Board of Kedokteran Nuklir didirikan, memperkuat Kedokteran Nuklir sebagai spesialisasi medis.
Pada 1980-an, radiofarmasi dirancang untuk digunakan dalam diagnosis penyakit jantung. Perkembangan tomografi emisi foton tunggal, sekitar waktu yang sama, menyebabkan rekonstruksi tiga dimensi dari jantung dan pembentukan bidang Kardiologi Nuklir.
Perkembangan lebih baru dalam Kedokteran Nuklir meliputi penemuan positron emisi tomografi pertama pemindai (PET).
Konsep tomografi emisi dan transmisi, kemudian berkembang menjadi emisi photon tunggal computed tomography (SPECT), diperkenalkan oleh David E. Kuhl dan Roy Edwards di akhir 1950-an.
Pekerjaan mereka mengarah pada desain dan konstruksi instrumen tomografi beberapa di University of Pennsylvania. Teknik pencitraan tomografi telah dikembangkan lebih lanjut di Washington University School of Medicine.
Inovasi ini menyebabkan fusi imaging dengan SPECT dan CT oleh Bruce Hasegawa dari University of California San Francisco (UCSF), dan PET pertama / CT prototipe oleh DW Townsend dari Universitas Pittsburgh tahun 1998.
PET dan PET / CT imaging mengalami pertumbuhan yang lambat di tahun-tahun awal karena biaya modalitas dan persyaratan untuk sebuah situs di-atau siklotron dekatnya.
Namun, keputusan administratif untuk menyetujui penggantian medis dari aplikasi PET dan PET / CT terbatas dalam onkologi telah menyebabkan pertumbuhan fenomenal dan diterima secara luas selama beberapa tahun terakhir.
PET / CT imaging sekarang merupakan bagian integral dari onkologi untuk monitoring diagnosis, pementasan dan pengobatan.

B.     Dasar-Dasar Kedokteran Nuklir
 Pesawat dan Console Sophy Camera
Dibidang kedokteran nuklir informasi gambar yang didapat dari observasi distribusi radiofarmaka dalam tubuh pasien yang dideteksi dengan menggunakan gamma kamera yang dihubungkan dengan system computer untuk menganalisa data-data yang didapat.

1.      Radiofarmaka
Radiofarmaka merupakan sediaan farmasi dalam bentuk senyawa kimia yang mengandung radioisotop yang diberikan pada kegiatan kedokteran nuklir. Sediaan radiofarmaka pada umumnya terdiri dari 2 komponen yaitu radioisotop dan bahan pembawa menuju ke organ target. Pancaran radiasi dari radioisotop pada organ target itulah yang akan dicacah oleh detector (gamma kamera) untuk direkostruksi menjadi citra ataupun grafik intensitas radiasi..
Syarat senyawa radioaktif untuk tujuan diagnosa adalah
1) murni satu nuklida saja,
2) murni secara radiokimia,
3) Pemancar sinar-gamma energi tunggal yang besarnya berkisar antara 100-400 KeV ,
4) stabil dalam bentuk senyawa ,
5) Waktu paruh biologis pendek.
Beberapa contoh sediaan radiofarmaka antara lain : Brom Sufatein I131 (BSP), Hipuran I131, Radio Iodinated Human Serum Albumin (RIHSA), Rose Bengal I131, Tc99m dalam bentuk senyawa Natrium Perteknetat, Thalium201, Galium68. Beberapa contoh radiofarmaka untuk terapi : I131, Bi212, Y90, Cu67, Pd109. Radiofarmaka yang banyak dipakai untuk keperluan in-vitro test adalah I125.
Produksi sediaan radiofarmaka dapat diklasifikasikan menjadi 4 :
·         Radioisotop primer medical yaitu radioisotop dalam bentuk kimia yang sederhana (biasanya an-organik). Diproduksi dengan cara mengiradiasi atom sasaran dalam reaktor nuklir atau dalam siklotron.
·         Senyawa bertanda medikal yaitu senyawa yang salh satu atau lebih dari atom atau gugusnya digantikan dengan atom unsur radioisotop
·         Generator radioisotop ; untuk mendapatkan radioisotop umur pendek pada lokasi yang jauh dari tempat produksi radioisotop terutama bagi rumah-sakit yang tidak memiliki fasilitas reaktor nuklir maka diciptakanlah generator radioisotop. Generator radioisotop adalah suatu sistem yang terdiri dua macam radioisotop yaitu radioisotop induk induk dan radioisotop anak yang keduanya membentuk pasangan kesetimbangan radioaktif. Radioisotop induk memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada waktu paruh radioisotop anak. Radioisotop anak digunakan untuk keprluan diagnostik maupun terapi.
·         Kit Radiofarmaka ; adalah sediaan non-radioaktif yang terdiri dari beberapa senyawa kimia yang akan ditandai dengan radioisotop untuk menjadi sediaan radiofarmaka. Radioisotop yang paling banyak digunakan adalah Technitium -99m (Tc-99m) karena punya beberapa kelebihan, yaitu : Waktu Paruh pendek (6,03 jam), memancarkan gamma murni dengan energi 140 KeV, mempunyai tingkat valensi 1 sampai 7 sehingga mudah bereaksi dengan senyawa lain, dan dapat diperoleh dengan cara elusi generator radioisotop.
Oleh kerena itu sediaan radiofarmaka yang berkembang sampai saat ini adalah sediaan radiofarmaka Technitium yang disiapkan dalam bentuk kit radiofarmaka, sedangakan Tc-99m dapat diperoleh dengan elusi generator.

Mekanisme penempatan radiofarmaka dalam tubuh adalah :
Ø  Active transport : Secara aktif sel-sel organ tubuh, memindahkan radiofarmaka dari darah ke dalam organ tertentu, selanjutnya mengikuti proses metabolisme atau dikeluarkan dari tubuh. Contoh : I-131 akan ditransfer ke sel-sel thyroid untuk pembuatan T3 dan T4, Tc-99m IDA dan I-131 Rose Bengal oleh sel poligonal hati ditransfer dari darah kemudian diekskresi ke usus halus, lewat saluran empedu, I-131 Hipuran diekskresi oleh tubulus sehingga dapat untuk pemeriksaan ginjal.
Ø  Phogocytosis : Beberapa Radionuklida seperti Tc-99m, In-113m atau Au-198 jika diikat oleh pembawa materi berbentuk”koloid” maka radiofarmaka ini akab difagosit oleh RES tubuh. Bila radiofarmaka ini disuntikkan secara Intra Vena maka dapat memeriksa scanning liver, limpa, dan sumsum tulang, jika disuntikkan secara subcutan untuk memeriksa kelenjar getah bening.
Ø  Cell Sequestration (pengasingan sel) : Sel darah merah yang ditandai Cr-51 dan dipanaskan 50 derajat celcius selama 1 menit, lalu dimasukkan ke tubuh penderita secara intravena maka akan diasingkan ke limpa untuk pemeriksaan scanning limpa.
Ø  Capillary Blockage (Penghalang Kapiler) : Bila pembawa materi berbentuk makrokoloid (dengan ukuran 20-30 mikron) dan disuntikkan secara intravena maka akan menjadi penghalang kapiler di paru-paru. Contoh ; Tc-99m MAA untuk scanning perfusi hati
Ø  Simple or Exchanged Diffusion (pertukaran difus) : Radiofarmaka tersebut akan saling bertukar tempat dengan senyawa yang sama dari organ tubuh, contoh ; Polifosfat bertanda Tc-99m (Tc-99m MDP) akan bertukar tempat dengan senyawa polifosfat tulang dan dalam jangka 2-4 jam Tc-99m MDP akan merata dalam tulang, pemeriksaan untuk mendeteksi lesi otak denagn RIHSA dan cairan interselluler otak.
Ø  Compartmental Localization (kompartemental) : Bila radiofarmaka dapat menggambarkan blood pool karena keberadaannya yang cukup lama dalam darah maka ikatan ini dapat dipakai untuk scanning jantung dan plasenta (ventrikulografi dan placentografi). Contoh ; RIHSA untuk pemeriksaan plasenta, Cr-51 eritrosit, Tc-99m Sn eritrosit untuk ventrikulografi jantung.

2.      Radionuklida
Radionuklida yang digunakan di kedokteran nuklir adalah hasil produksi reactor nuklir seperti I131, Cr51 dan cyclotron seperti Tl201, In123 namun harganya jauh lebih mahal dibanding dengan reaktor nuklir atau melalui generator dengan mengilusi isotope induk. Contoh yang paling dikenal dari radionuklida yang berasal dari generator adalah Tc99m yang dielusi dari isotope induk Mo99 yang pemakainnya paling banyak di kedokteran nuklir.
Penggunaan radionuklida di kedokteran nuklir harus dibedakan antara pemakaian untuk keperluan terapi dan diagnostik. Untuk penggunaan terapi diperlukan radionuklida yang massa paruhnya panjang dan memamcarkan radiasi sinar beta yang mempunyai efek biologis tinggi. Radionuklida yang mempunyai beban radiasi kecil terhadap pasien dan memiliki energi yang ideal untuk pemeriksaan dengan gamma kamera. Kriteria yang ideal dimiliki oleh suatu radionuklida untuk keperluan diagnostik adalah :
a.       Waktu Paruh         : pendek tapi tidak lebih pendek dari waktu pemeriksaan
b.      Radiasi                  : memancarka sinar gamma
c.       Energi                    : 50 - 400 KeV
d.      Sifat Kimia            : tidak toxic dan tidak merubah sifat biologis dari farmaka
  yang di label
e.       Ekonomis              : murah dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak
Dari kriteria diatas Tc99m merupakan radionuklida yang paling memenuhi syarat karena Tc99m mempunyai waktu paruh 6 jam, radiasi gamma, energy 146 KeV, sifat kimia tidak toxic dan tidak merubah sifat biologis farmaka yang dilabel dan eknomis.
Deteksi radioisotop dapat dibagi dalam 5 kategori :
·         Delution, absoption dan excretion sudies : Bila penderita disuntikkan sejumlah radiofarmaka yang telah diketahui jumlahnya, maka delution yang terjadi atau prosentase absorsi atau kapan dieskresi dapat ditentukan melalui sampel darah, urin, feses dan lain-lain.
·         Concentration sudies : bila suatu radiofarmaka diberikan pada seorang pasien kemudian diukur berapa persen yang ditangkap suatu organ, misal Thyroid Up-take.
·         Dinamic function study : Suatu radiofarmaka dipelajari saat mencapai atau meninggalakan suatu organ. Misal ; pada pemeriksaan cerebral blood flow, renogram.
·         Organ system atau pool Visualization : Setalah radiofarmaka dimasukkan ke dalam tubuh pasien maka distribusinya akan tersaji dalam bentuk gambar. Misalnya pada pemeriksaan scanning otak, cardiac blood pool , Bone scan.
·         In vitro test
·         Radiofarmaka dicampur dengan sampel penderita, misalnya pada pemeriksaan T3 x T4.
Ada 2 macam gambaran yang diperoleh dari hasil scanning :
Ø  Hot area, artinya daerah abnormal yang menunjukkan kenaikan up take (distribusi yang berlebihan) radiofarmaka. Contoh ; bone scanning dan brain scanning.
Ø  Pada keadaan dimana radiofarmaka diikat oleh organ tubuh yang normal sehingga pada keadaan abnormal timbul penurunan aktivitas atau cold area. Contoh : scanning liver, thyroid.

3.      Zat Pembawa
Untuk membawa aktifitas ke organ yang akan diperiksa diperlukan senyawa yang mempunyai spesitas terhadap organ tersebut yang biasanya disebut zat pembawa. Zat pembawa adalah unsur / zat yang dapat mengikat radionuklida dan membawa ke organ yang akan diperiksa dan dimetabolisir oleh organ tersebut.
Kemajuan dalam bidang bioteknologi sangat membantu dalam perkembangan kedokteran nuklir baik dalam jumlah dan produksi dan jenis zat pembawa tetapi juga teknik-teknik labeling senyawa tersebut berkembang pesat. Sebagaimana radionuklida zat pembawa ini juga harus mempunyai kriteria sebagai unsur dari radiofarmaka, yaitu:
·         Mudah dilabel dengan radionuklida serta mudah preparasinya tanpa merubah sifat biologisnya terutama biodistribusi dalam tubuh.
·         Harus terakumulasi atau teralokasi sebagian besar di organ yang akan diperiksa.
·         Harus bisa dieliminasi dari tubuh dengan waktu paruh yang sesuai dengan lamanya pemeriksaan.
 
Zat pembawa yang sering digunakan di Kedokteran Nuklir adalah sebagai berikut:
NO
ZAT PEMBAWA
RADIONUKLIDA
ORGAN YANG DIPERIKSA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
MDP
DTPA
DMSA
MAA
MIBI
HMPAO
Hipuran
N
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
Tc-99m
I-131
I-131
Tulang
Ginjal (glomerulus)
Ginjal (parenkin)
Paru
Jantung
Otak
Ginjal (tubular)
Tiroid

C.    Konfigurasi Peralatan
Spect - CT
Pada prinsipnya alat / pesawat kedokteran nuklir hanya sebagai detector, yaitu menangkap radiasi yang dipancarkan oleh bahan radioaktif  dalam tubuh dan merubahnya menjadi data yang dapat dilihat sebagai angka-angka, warna ataupun grafik. Pemeriksaan imaging kedokteran nuklir memerlukan gamma kamera yang mempunyai detector dalam jumlah banyak. Satu gamma kamera biasanya terdiri dari kolimator, detector, Photo Multiplier Tube (PMT), Catode Ray Tube (CRT), Pulse Height Analizer (PHA).
1.         Kamera Gamma
      Kamera gamma pada hakekatnya merupakan kamera


skintilasi (scintillation cameras). Pencitraan menggunakan kamera gamma merupakan teknologi imeging emisi. Kamera gamma akan merubah photon gamma yang berhasil diterima oleh detektor menjadi pulsa cahaya dan selanjutnya dirubah menjadi pulsa elektronik (voltage signal). Signal tersebut yang akhirnya akan membentuk citra (image) sesuai dengan ditribusi radionuklida yang dimasukkan kedalam tubuh. Setiap unit kamera gamma memiliki komponen dasar yang terdiri dari :
a.       Kolimator
Proses Penggantian Kolimator
Sebagaimana pada sistem optic yang memerlukan lensa untuk memfokuskan cahaya, dalam kedokteran nuklir juga diperlukan sarana untuk memfokuskan sinar gamma detector. Untuk itu diperlukan kolimator yang terbuat dari timbal yang berisikan pipa-pipa kecil, dimana arah dari pipa-pipa ini tergantung dari jenis kolimator. Dengan kolimator, hanya sinar gamma yang searah dengan pipa-pipa dapat melalui kolimator dan menumbuk detector. Sedangkan sinar gamma yang arahnya miring akan menumbuk pipa-pipa dan akan diabsorbsi sehingga tidak sampai detektor (kristal skintilasi), hanya menerima signal dari radionuklida terbatas pada sebagian tertentu didalam tubuh pasien). Karenanya kolimator dalam menjalankan fungsinya adalah dengan mengabsorbsi dan menghalangi radiasi photon yang datang diluar bidang tertentu yang berhadapan dengan permukaan detektor. Sehingga radiasi yang diterima oleh kolimator dengan posisi oblique tidak dapat mempengaruhi pembentukan citra.


Ada beberapa tipe kolimator diantaranya kolimator tipe LEHR (Low Energy High Resolution), LEGP (Low Energy General Purpose), HEGP (High Energy General Puspuse). Bentuk fisik hole/lubang dapat berupa hexagonal atau bulat/lingkaran, dengan septa yang cukup tipis. Bentuk hexagonal memungkinkan untuk terjadinya penetrasi photon gamma lebih banyak dibanding dengan bentuk hole berupa lingkaran.
 Dengan kolimator paralel hole, kecuali ukuran citra yang dihasilkan, jumlah cacah persatuan waktu akan banyak berubah apabila jarak dengan kolimator dirubah. Apabila jarak obyek menjadi lebih jauh dari kristal maka jumlah cacah yang diterima akan jauh berkurang sesuai dengan hukum berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Akan tetapi apabila jarak ditambah, maka luas bidang yang dapat dicover oleh kolimator akan meningkat. Sebaliknya apabila jarak obyek semakin dekat dengan permukaan kolimator resolusi akan semakin baik. Pencitraan menggunakan kolimator multihole harus diupayakan jarak permukaan kolimator harus sedekat mungkin dengan obyek (permukaan tubuh pasien).
Efektivitas kolimator dalam memproduksi gambar pada detektor tergantung dari faktor-faktor, antara lain :
·         Dimensi dari kolimator : besar pipa/ukuran hole, jumlah hole, panjang hole dan tebal septa
·         Jarak dari obyek : makin dekat obyek dengan kamera makin baik resolusinya, karena itu sangat penting untuk menempatkan pasien sedekat mungkin dengan kamera
·         Resolusi dan sensitivitas juga sangat dipengaruhi oleh energi sinar gamma yang diterima, makin tinggi energi yang diterima makin buruk cahaya yang dihasilkan detektor.

b.      Detektor/ Kristal skintilasi
Detector terdiri dari scintilasi kristal yang diletakkan di belakang kolimator, terbuat dari Natrium Iodida (NaI) kristal plus Thalium. NaI (Tl) ini akan mengeluarkan cahaya/scintilisai apabila tertumbuk sinar gamma
Interaksi photon gamma dengan kristal detektor akan menyebabkan terjadinya efek penyerapan photoelektrik, sehingga menghasilkan cahaya fluorosensi yang intensitasnya proposional dengan kandungan energi dari photon gamma yang bersangkutan. Pada umumnya diameter kristal detektor bervariasi sekitar 10 s/d 21 inch, dan ketebalan ¼ s.d ½ inch. Semakin luas ukuran bidang kristal semakin luas pula bidang pencitraan yang dimiliki kamera gamma, sehingga harganya semakin mahal. Semakin tebal ukuran suatu kristal detektor, derajat resolusi spatial akan semakin rendah tetapi semakin efektif dalam menangkap radiasi photon gamma.
Pesawat Spect - CT

c.       Photo Multiplier Tube (PMT)
PMT berfungsi untuk merubah signal cahaya menjadi signal elektrik secara terukur. PMT ditempatkan dibagian belakang kristal NaI(Tl) dan berjumlah banyak serta tersusun dalam suatu konfigurasi. PMT dihubungkan dengan kristal secara optis dengan bahan silicon-like materials. Signal skintilasi yang dihasilkan dari kristal akan diterima/dicatat oleh satu atau lebih PMT. Signal keluaran PMT memiliki 3 komponen,yaitu : Semua data-data ini akan terkumpul dalam kolektor dan disimpan dalam memori ini akan diproses menjadi data visual berupa gambar, grafik maupun angka.

d.      Cathode Ray Tube (CRT)
Signal-signal yang dapat dari PMT akan diproses menjadi 3 (tiga) signal X, Y, Z. spatial coordinates X dan Y sebagai sumbu , dan komponen Z sebagai parameter besarnya energi yang masuk dalam kristal detektor dan diproses oleh PHA. Koordinat X dan Y dapat langsung diamati pada layar display (CRT) atau didalam komputer. Sedang signal Z (intensitas) akan diproses lebih lanjut oleh komponen berikutnya, yaitu PHA.

e.       Pulse Height Analyzer (PHA)
PHA pada prinsipnya memiliki fungsi membuang (to discard) signal-signal radiasi yang beraasal dari cacah latar (background) dan sinar hamburan atau radiasi lain dari hasil interferensi isotop, sehingga hanya foton yang berasal dari photopeak yang dikehendaki yang dicatat. PHA akan melakukan pemilahan terhadap signal-signal tersebut, selanjutnya meneruskan signal yang sesuai untuk diteruskan ke sistem komputer, sedang yang tidak sesuai ditolak. PHA mampu melakukan fungsi tersebut karena energi yang diterima oleh detektor akan diubah menjadi signal skintilasi yang memiliki korelasi linier dengan voltage signal yang dikeluarkan oleh PMT.

f.       Konsole/Panel Kontrol
Image exposure time ditentukan melalui panel kontrol, dengan pilihan :
·         preset count
·         preset time atau
·         preset ID (information density) untuk citra kompresi.

g.      Generator
Pada prinsipnya generator radioisotop terdiri dari radionuklida yang mempunyai waktu paroh panjang (disebut radionuklida induk) yang spontan meluruh dan menghasilkan radionuklida yang waktu parohnya jauh lebih pendek (disebut radionuklida anak). Keduanya membentuk pasangan keseimbangan transien dan pada suatu saat radioaktivitas generator akan berkurang menurut waktu paro nuklida induk.
Sistem generator radioisotop harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·         Radionuklida induk harus mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang cocok agar mudah diolah dalam bentuk generator
·         Radionuklida induk dapat menghasilkan nuklida anak dengan kemurnian kimia, radiokimia yang tinggi
·         Sistem generator harus aman dan sederhana dalam penggunaanya
·         Radioaktivitas anak harus cukup tinggi
·         Nuklida anak harus mudah dipisahkan dari induknya
·         Struktur generator harus tetap baik setelah berkali-kali dielusi (dalam pemisahan nuklida anak dari induknya)
Hingga saat ini dari sistem generator telah dapat dihasilkan  beberapa radioisotop, misalnya :
Generator
T1/2 Induk
T1/2 Anak luruh
Eγ Anak Luruh (%)
99Mo                      99mTc
68Ge                       68Ga
81Rb                       81mKr
82Sr                        82Rb
87Y                         87mSr
113Sn                      113mIn
132Te                      132I
137Cs                      137mBa
191Os                      191mIr

2,78 hari

275 hari

4,7 jam

25 hari

3,3 hari

115 hari

3,2 hari

30 tahun

15 hari

6 jam

68 menit

12 detik

1,3 menit

2,8 jam

1,7 jam

2,3 jam

2,6 menit

4,7 detik

140 keV (90)

511 keV (176)

190 keV (65)

511 keV (192)

388 keV (80)

393 keV (64)

(banyak)

622 keV (89)

129 keV (25)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar